Monday, October 15, 2012

Telaah Naskah Drama Menggunakan Pendekatan Objektif



Analisis Objektif Naskah Drama Roh Karya Wisran Hadi

1.Pendahuluan
Drama merupakan salah satu genre sastra yang menarik untuk dibahas. Istilah drama berasal dari Yunani, yaitu dramoi yang berarti ‘aksi’ atau ‘perbuatan’. Istilah drama itu sendiri sudah menyiratkan makna ‘peristiwa’, ‘karangan’, dan ‘risalah’.
Menurut Ferdinan Brunetiere dan Balthazar Verhagen (dalam Hasanuddin 1996:2) drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan prilaku. Sedangkan pengertian drama menurut Moulto adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresikan secara langsung.
Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Drama juga secara eksplisit memperlihatkan adanya petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan tokoh (Hall dalam Wahyudi, 2006:104).
Hasanuddin (1996:7) menjelaskan pengertian drama merupakan suatu genre sastra yang ditulis dalam bentuk dialog-dialog dengan tujuan untuk dipentaskan sebagai suatu seni pertunjukan. Karya sastra dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan tanggapannya mengenai peristiwa sosial yang ada di masyarakat.
Drama pada awalnya digunakan dalam suatu ritual pemujaan terhadap para dewa. Akan tetapi, ritual tersebut mengalami perkembangan menjadi oratoria, yaitu seni berbicara, kemudian berkembang menjadi drama.
Salah satu jenis drama yang berkembang adalah drama realisme. Realisme adalah aliran atau ajaran yang selalu berpegang pada kenyataan, dan dalam kesenian, aliran ini berusaha mengungkapkan sesuatu sebagaimana kenyataan yang ada. Realisme digambarkan sebagai peniruan, bukan dari karya seni tradisi, melainkan peniruan dari aslinya yang disajikan oleh alam.
Drama realis pada umumnya merupakan usaha untuk menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana subjek itu tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa melebih-lebihkan. Drama realis ingin memberikan wawasan dalam kenyataan kehidupan, memperlihatkan kebenaran, bahkan tanpa menyembunyikan keburukan-keburukan yang ada. Pada umumnya, apa yang dikemukakan oleh drama realis adalah suatu kebenaran umum atau wajar.
Roh  merupakan sebuah drama buah karya Wisran Hadi. Roh pernah mendapat juara harapan II dalam sayembara penulisan naskah drama DKJ tahun 2003. Drama ini merupakan drama yang mendokumentasikan peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat khususnya dalam masyarakat Minangkabau, drama ini sekaligus bisa menjadi alat penghibur dan pendidikan bagi pembacanya.
Dalam Tulisan ini, penulis menggunakan pendekatan objektif sebagai pendekatan dalam menganalisis naskah drama Roh karya Wisran Hadi. Pendekatan objektif merupakan sebuah pendekatan yang menekankan karya sastra sebagai struktur yang bersifat otonom maksudnya tidak perlu dihubungkan dengan pengarang, pembaca, ataupun relitas objektif. Pendekatan ini mencoba untuk memaparkan suatu karya sastra secara struktural. Penulis akan mencoba menganalisis drama Roh sebagai suatu karya yang mempunyai otonomi penuh. Oleh karena itu, penulis tidak mengaitkan karya dengan lingkungannya, seperti pengarang dan pembacanya. Penulis hanya membahas sistem formalnya yang membangun keutuhan karya, yaitu alur, latar, tokoh dan penokohan, tema serta amanat yang terkandung di dalam naskah drama Roh tersebut.
Prinsip umum pendekatan objektif antara lain sebagai berikut:
•Penganalisisan hanya bertumpu pada teks drama semata dan lepas dari unsur-unsur luar yang mempunyai andil penciptaan sebelumnya.
•Karya fiksi dibangun oleh beberapa unsur, seperti gaya bahasa, sudut pandang, alur, penokohan, dan latar.
•Penganalisisan drama sebagai genre sastra adalah dengan membongkar unsur ke subunsur yang sekecil-kecilnya, untuk disusun kembali logika rasional.
•Keseluruhan dan kebutuhan drama dipreteli menjadi unsur-unsur tetapi tidak dibiarkan terpisah dan terlepas.
•Antar unsur makna bahasa dengan unsur penunjang struktur bahasa, tidak dapat dilihat sebagai unsur-unsur yang berdiri sendiri.
•Penginterpretasian dilakukan bertahap-tahap sesuai dengan hubungan unsur-unsur yang sederajat dan setingkat.

2.Sinopsis Naskah Drama Roh
Dalam drama Roh, tokoh yang muncul ada lima belas orang, dua orang manusia biasa, sedangkan yang sebelas tokoh lainnya adalah roh. Dua orang itu adalah Manda dan Ibu Suri.
Pada bagian pertama naskah ini diawali dengan pemunculan tokoh yang bernama Manda, Ibu Suri, Tokoh I, dan Tokoh II. Tokoh-tokoh inilah yang pertama kali membuka jalan cerita dari naskah Roh ini, yang ditandai dengan tampilnya Manda dan Ibu Suri di tengah pentas. Manda mulai membaca mantra, tubuhnya menggigil untuk memanggil roh para tokoh dan arwah nenek moyang.
Manda melakukan ritual itu karena memenuhi permintaan Ibu Suri yang ingin mencari atau mengetahui keberadaan anaknya yang bernama Suri, sebab tokoh dipanggil Ibu Suri karena dia sangat mencintai Suri anaknya yang entah dimana. Mandalah yang menjadi perantara untuk memanggil roh-roh yang akan membantu mencari Suri.
Roh yang pertama dipanggil Manda adalah Tokoh I, pada awal kemunculannya, dia memperkenalkan dirinya terlebih dahulu ternyata Tokoh I yang ada dalam naskah bernama Datuk Katumanggungan. Dia pun mulai melakukan pencariannya untuk menemukan di mana keberadaan Suri. Tokoh I meminta Ibu Suri bersumpah agar anaknya bisa ditemukan, tetapi Ibu Suri tidak mampu melaksanakan syarat yang diberikan Tokoh I tersebut. Tokoh I menghilang Manda memanggil roh yang lain, muncul Tokoh II dia pun memperkenalkan diri yang mengaku sebagai Datuk Perpatih Nan Sebatang. Begitulah seterusnya tokoh-tokoh yang muncul mereka selalu memperkenalkan dirinya terlebih dahulu. Datuk Perpatih pun melakukan pencariannya. Namun, pencarian yang dilakukan hasilnya pun tidak ada, Suri tidak kunjung ditemukan.
Manda selalu membantu Ibu Suri memanggil roh-roh nenek moyangnya untuk menemukan Suri bahkan Ibu Suri mau membayar Manda berapa saja asalkan Suri anaknya ditemukan. Manda pun mulai memanggil roh yang lainnya, tokoh berikutnya muncul namun hasilnya juga tidak ada. Begitulah kerja tokoh-tokoh yang dipanggil Manda, pencariannya selalu tidak membuahkan hasil sama sekali  untuk Ibu Suri, tokoh-tokoh yang muncul selalu menyangsikan keberadaan Suri.
Kemarahan Ibu Suri pun mencapai puncak dan menganggap roh-roh yang dipanggil Manda adalah roh para bandit dan penipu karena menyangsikan Suri dan mengaburkan keberadaan Suri. Manda yang awalnya digelari Ibu Suri sebagai perantara dua dunia sudah tidak dia percayai lagi bahkan Manda digelari perantara dusta atau medium mesum dalam memanggil roh-roh nenek moyangnya. Akhirnya dengan kepercayaan yang tinggi Ibu Suri sendiri yang memanggil roh para tokoh untuk menemukan anaknya Suri. Usaha yang dilakukan Ibu Suri selalu dibayang-bayangi oleh Manda bahkan Manda selalu menasehati Ibu Suri bahwa orang yang berteman dengan setan syirik hukumnya dan neraka jahanam ancamannya. Ibu Suri tidak menghiraukan perkataan Manda, dia tetap melakukan ritual yang Manda lakukan untuk memanggi roh dan arwah nenek moyang.
Roh-roh yang dipanggil Manda dan Ibu Suri yang terdiri dari Tokoh I hingga tokoh XIII adalah roh nenek moyang dan orang terkenal sebagian besar dari tokoh-tokoh Minangkabau  yang entah kapan dan bagaimana meninggalnya berhasil dipanggil Manda dan Ibu Suri. Akan tetapi ada seorang tokoh yang selalu disebut-sebut dari awal hingga akhir yaitu Suri anak yang dicari-cari Ibu Suri keberadaannya kalau masih hidup di mana rimbanya dan jika sudah meninggal di mana kuburannya, pada akhirnya dia tidak pernah muncul.

3.Analisis Naskah Drama Roh
a.Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum sebab-akibat (Sumardjo, 1994: 139). Alur merupakan salah satu aspek penting dalam drama karena alur merupakan pembentuk kerangka cerita. Aristoteles bahkan menyatakan bahwa alur adalah roh drama (Sumardjo, 1994: 141).
Alur Roh adalah alur maju atau linear yaitu peristiwa yang dikisahkan dimulai pertama kali oleh Ibu Suri yang mencoba menggunakan jasa perantara yaitu Manda untuk menanyakan Suri kepada roh-roh yang dipanggil. Karena Suri belum diketahui dengan jelas, maka Ibu Suri terus memakasa Manda untuk memanggil roh, Ibu Suri merasa dibohongi akhirnya dia sendiri yang memanggil roh dan arwah nenek moyang yang dipanggil-panggil Manda pada awal cerita hingga mencapai tiga belas roh yang dipanggil. Ibu Suri selalu tidak puas dengan roh yang dipanggil, hingga akhirnya ia menggali sebuah makam yang ia yakini adalah kuburan Suri. Ternyata setelah digali, dan dibuka kain kafannya, itu adalah jenazah Manda. Di bagian akhir cerita juga diungkapkan Ibu Suri bahwa Suri yang ia cari-cari, yang diakuinya sebagai anak satu-satunya pelanjut keturunan dan yang akan mewarisi harta dan tanah pusaka pada awal cerita ternyata bukan siapa-siapa bagi bagi Ibu Suri.
MANDA
Nah, kan. Aku lagi yang disalahkan. Nyatanya menemukan aku. Perempuan begini selalu menginginkan aku terus jadi perantara. Padahal aku sudah dikubur. Tapi, dia tetap saja memungkiri. O, perempuan.
Para roh datang berputar-putar mengelilingi Ibu Suri. Manda ikut menghilang dalam putaran para roh itu. mereka terus berputar-putar dan suara mereka terdengar seperti suara telapak kaki kuda berlari.
Ibu Suri bangkit dan berputar-putar di tengah putaran para roh dengan selembar kain putih yang lebih besar. kain putih itu mengembang di udara, membawahi para roh yang bergulung-gulung. dengan kain hitam mereka.
perlahan diturunkannya kain putihnya, dan kini yang kelihatan hanya wajah Ibu Suri yang  letih memandang ke kejauhan.
IBU SURI
Suri. Ya, aku bukan Ibumu. Dan juga kau bukan anakku. Tak mungkin kau ku anakkan, kau pun tidak mungkin diperanakkan. Suri, bagiku kau hanya satu. Satu untuk segalanya. Satu untuk semuanya.
Perlahan membeku. Matanya redup. Ada sesungging senyum di bibirnya. Manis sekali.
b.Latar
Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya yang membangun cerita (Sudiman dalam Teeuw, 2003: 44). Latar dibedakan atas dua macam yaitu latar sosial dan latar fisik atau material (Hudson dalam Teeuw, 2003: 44). Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, dan bahasa. Latar fisik adalah tempat di dalam wujud fisiknya, yaitu ruang, bangunan, lokasi dan sebagainya.
Latar sosial dalam Roh yaitu lingkungan yang masih kental adat dan tradisi yaitu pengobatan tradisional yang memakai jasa perantara. Bahasa yang mereka gunakan kasar dan kurang sopan.
Guru agamaku tak mampu menerangkan di mana Suri. Penghulu adatku tak dapat menjelaskan kemana Suri. Mesin hitungku tak kunjung mengurai. Sansai kah Suri?. Manda, kemana lagi aku harus bertanya. Berita Koran tak lagi menyakinkan. Siaran televisi sulit diyakini. Iklan majalah susah dipercaya.
Latar fisik dalam drama Roh yaitu di sebuah perkampungan daerah Minangkabau, Sumatera Barat. Penggambaran latar fisik dalam drama ini sangat jelas dan mendetail, seperti yang dicirikan dalam sebuah karya drama realis.
Latar tempat dalam naskah drama Roh ini tidak dideskripsikan dengan jelas yaitu penulis hanya menuliskan bahwa tampah-tampah yang berisi sesajian seperti buah-buahan, bunga, daun-daunan, kemenyan, dan lainnya yang diletakkan dipinggir dan sudut-sudut pentas.
c.Tokoh dan Penokohan
-Ibu Suri, Ibu Suri memiliki karakter keras kepala, egois, dan kasar terbukti dari dialog-dialognya yang sering memaksa Manda untuk memanggil roh walaupun Manda tidak mau, bahkan ketika permintaannya tidak dikabulkan oleh Manda, maka dia sendiri yang akan memanggil roh, dan roh yang tidak ia perlukan ia usir dengan kasar.
MANDA
Ibu Suri termasuk orang beriman, jangan berteman dengan setan. Syirik hukumnya., syirik.

IBU SURI
Syirik atau syarak. Dosa atau dasi, desa atau dasa, Manda peduli apa!? Suri pasti ada. Suri tidak boleh disangsikan! Ayo Manda, pergi! Aku akan meletakkan sesajian. Bagi roh dan arwah yang akan diundang.
-Manda, tokoh yang dapat menjadi perantara untuk memanggil roh-roh, dia bukanlah seorang tabib ataupun dukun. Manda memiliki karakter yang mistis dan suka membantu untuk memanggil roh-roh, walaupun begitu dia selalu mengingatkan Ibu Suri bahwa perbuatan syirik dengan memanggil roh adalah dosa.
MANDA
Ibu Suri, bertanya pada roh para tokoh atau pun arwah nenek moyang merupakan tipu muslihat setan memperdaya keimanan. Syirik hukumnya bila dikerjakan. Neraka jahanam ancamannya. Begitu kata guru agamamu.
IBU SURI
Guru agamaku tak mampu menerangkan di mana Suri. Penghulu adatku tak dapat menjelaskan kemana Suri. Mesin hitungku tak kunjung mengurai. Sansai kah Suri?. Manda, kemana lagi aku harus bertanya. Berita Koran tak lagi menyakinkan. Siaran televisi sulit diyakini. Iklan majalah susah dipercaya.
-Tokoh I, Datuk Ketumanggungan
TOKOH I (Menurunkan kain hitam penutup tubuhnya. Wajahnya putih sekali dan kaku. Ibu suri takut melihatnya, tapi ditahannya ketakutan itu sekuat tenaga)
Akulah datuk Ketumanggungan, putra satuk Sri Maharaja Diraja.
Di Pariangan Padang Panjang. Peletak dasar sistem adat Koto Piliang
Tiada rakyat tanpa raja, hidup berjenjang naik, bertangga turun
Dan, aku pun mati juga, walaupun menang dalam perang saudara.
Berkubur di bawah beringin songsang beribu tahun silam.
IBU SURI
Selamat datang Datuk Ketumanggungan
-Tokoh II, Datuk Perpatih Nan Sebatang
-Tokoh III, Sutan
-Tokoh IV, Raja Kaciak
-Tokoh V, Mengaku sebagai Suri
-Tokoh VI, Roh Wayang
-Tokoh VII, Mengaku sebagai Suri
-Tokoh VIII, Roh Kembar
-Tokoh IX, Roh Kembar
-Tokoh X, Roh Anjing
-Tokoh XI, Roh Asing
-Tokoh XII, Malin Kundang
-Tokoh XIII, Malin Deman
d.Tema dan Amanat
Tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra itu (Sudjiman, 1991:50). Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam sebuah karya sastra.
Tema yang diangkat adalah tentang sebuah adat pemanggilan roh dengan menggunakan jasa perantara.
Wisran Hadi menyebutkan bahwa pengobatan demikian masih berlangsung sampai sekarang. Tidak hanya pada masyarakat tradisional saja, tetapi juga pada masyarakat modern saat ini. Pada umumnya kegiatan pengobatan begini masih berlangsung di kampung-kampung dalam kawasan pesisir (rantau) timur Minangkabau, seperti daerah Kuantan. Cara pengobatan seperti itu disebut masyarakat di sana dengan nama tagak balian.
Dalam tahapan cerita berikutnya, dikembangkan pula bentuk sebuah acara tradisional yang lain, yaitu meminta berkah ke tempat-tempat yang dianggap suci dan keramat. Upacara minta berkah ini juga masih berlangsung sampai sekarang, terutama dalam masyarakat tradisi yang berada di kawasan pesisir (rantau) timur Minangkabau, seperti di daerah Kuantan. Di Pariaman misalnya upacara minta berkah seperti ini disebut basapa.
Selain itu penceritaan Roh ini diselingi dengan randai dan indang, dua bentuk kesenian yang tradisi Minangkabau yang masih populer sampai sekarang. Berikut ini contoh dari randai dan indang:
“Suri. Jika rindu kampungmu tiba
Jangan pulang ke kampung asal
Yang kini jadi asal kampung
Dimamah lurah dirancah punah.
…………………………………”
Pesan yang ingi disampaikan pengarang kepada pembaca yaitu:
1.Lewat naskah dramanya ini, Wisran Hadi telah mendokumentasikan peristiwa sosial yang terjadi di masyarakat, sekaligus sebagai alat penghibur dan pendidikan bagi pembacanya.
2.Di daam zaman yang modern dan canggih seperti sekarang ini, orang-orang masih mempercayai hal-hal yang mistis sebagai mana yang ada pasa masa dahulu kala. Seperti meminta sesuatu hal kepada roh-roh nenek moyang yang dianggap mempunyai kekuatan yang besar.
3.Meminta pertolongan kepada roh-roh nenek moyang merupakan hal yang sangat dibenci Allah SWT, karena merupakan perbuatan yang syirik. Orang yang melakukan hal yang demikian sama dengan menduakan Alla SWT perbuatan yang demikian sangat dilaknat Tuhan dan diancam akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam kelak. Serta meminta kepada roh dan arwah tidak pasti hasilnya antara ada dan tiada.

Referensi
Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Teeuw, A. 2003. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Pustaka Jaya.
WS, Hasanuddin. 1996. DRAMA, Karya Dalam Dua Dimensi Kajian Teori, Sejarah, dan Analisis. Bandung: Angkasa.


No comments:

Puisi Fenomenal dalam Dunia Sastra "Hujan Bulan Juni" Karya Sapardi Djoko Damono

Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono Identitas Buku Judul: Hujan Bulan Juni Penulis:  Sapardi Djoko Damono ...