Sunday, November 12, 2017

Laporan Bacaan Buku MEMBACA SASTRA (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi) karangan Melani Budianta, dkk

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya. Dengan rahmat dan karunia-Nya tersebut, penulis dapat menyelesaikan laporan bacaan buku MEMBACA SASTRA (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi) karangan Melani Budianta, dkk tentang Prosa dan Catatan untuk Pengajar. Laporan bacaan ini disusun untuk memenuhi tugas I (satu) mata kuliah Sastra Terapan.
Dalam penulisan laporan ini, penulis dibimbing dan diberi motivasi oleh berbagai pihak, sehingga laporan bacaan ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Hasanuddin WS, M.Hum. dan Dr. Yeni Hayati, M.Hum. selaku dosen pembimbing mata kuliah Sastra Terapan yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan.
Penulis mengharapkan adanya penilaian dalam penyusunan laporan bacaan ini. Oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya membangun diperlukan untuk dapat melengkapi dan menyempurnakan laporan bacaan ini, semoga hasil laporan bacaan ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan bagi penulis khususnya.

Padang,  Februari 2016

Penulis

A. PENDAHULUAN

Laporan bacaan ini diambil dari buku yang dikarang oleh Melani Budianta, Ida Sundari Husen, Manneke Budiman, dan Ibnu Wahyudi yang berjudul MEMBACA SASTRA (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi) yang diterbitkan pada tahun 2003 oleh penerbit IndonesiaTera di kota Magelang. Buku yang dilaporkan ini merupakan catakan kedua bulan September 2003 di mana cetakan pertamanya dicetak pada bulan September 2002. Buku yang akan dilaporkan merupakan buku hasil poto kopi dengan semua jumlah halaman buku 256 halaman.
Warna kulit depan dan belakang buku berwarna biru merupakan hasil poto kopi dimana kulit asli dari buku ini berlatar belakang warna putih dengan desain gambar orang yang sedang memperagakan sebuah buku di tangan kanan serta berekspresi mata melotot. Namun pada tulisan judul buku terlihat kurang mematuhi aturan tata bahasa baku bahasa Indonesia sebab tulisan judul tersebut ditulis membaca SASTRA Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Panjang buku berukuran 21,5 cm mempunyai lebar 16,5 cm, serta tebal buku berukuran 0,6 mm. Berikut gambar dari kulit buku hasil dari poto kopi dan yang asli.
Halaman “i” berisikan kulit dalam dari buku, halaman “ii” menjelaskan tentang identitas buku beserta dengan pemberitahuan tentang hak cipta buku yang dilindungi undang-undang serta Katalok dalam Terbitan (KDT) dengan nomor seri ISBN 979-9375-84-3. Pada halaman “v-vii” menjelaskan tentang kata pengantar dari penyunting yang ditulis oleh Manneke Budiman, Ibnu Wahyudi, dan I Made Suparta di Depok pada tanggal 31 Juli 2002. Halaman “viii” menjelaskan tentang daftar isi dari buku dimana daftar isi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
-       Pengantar halaman v
-       Daftar Isi halaman viii
-       SASTRA
Sastra Itu Apa?
Sastra: Antara Konvensi dan Inovasi
Fungsi Sastra
Produksi dan Reproduksi Sastra halaman 3-23
-       PUISI
Puisi Itu Apa?
Unsur-Unsur Pembangun Puisi
Aneka Ragam Puisi halaman 31-58
-       PROSA
Prosa: Struktur Narasi
Unsur-Unsur Prosa: Tokoh, Latar, Alur
Struktur Penceritaan/Penurunan halaman 77-89
-       DRAMA
Hakikat Drama
Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik
Pengkategorian Drama halaman 95-111
-       CATATAN UNTUK PENGAJAR
Catatan untuk Pengajar Sastra
Catatan untuk Pengajar Puisi
Catatan untuk Pengajar Prosa
Catatan untuk Pengajar Drama halaman 119-156
            Sebelum masuk pada topik yang akan dibahas ada baiknya mengenal terlebih dahulu biografi dari penulis buku yang akan dilaporkan hasil bacaannya. Pertama, Melani Budianta memperoleh gelar Ph.D. dari Universitas Comell di Amerika Serikat dalam bidang English Literature. Sebuah buku berwibawa dalam kajian sastra Theory of Literature yang disusun oleh Rene Wellek dan Austin Warren pernah diterjemahkannya (Gramedia, 1988). Ia mengajar di Jurusan Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (Fakultas Sastra), Universitas Indonesia.
            Kedua, Ida Sundari Husen telah menerjemahkan sejumlah karya sastra dari pengarang Prancis. Gelar doktor dalam ilmu budaya ia peroleh dari Universitas Indonesia-Universitas Prancis III. Selain sebagai penerjemah, pekerjaan tetapnya adalah pengajar di Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (Fakultas Sastra), Universitas Indonesia.
            Ketiga, Manneke Budiman, pernah menjabat sebagai Ketua Jurusa Kesusastraan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (Fakultas Sastra) Universitas Indonesia. Pendidikan Pascasarjananya diselesaikan di Universitas Wisconsin Madison, Amerika Serikat, dalam bidang sastra bandingan.
            Keempat, Ibnu Wahyudi menyelesaikan program pascasarjananya di Centre for Comparative Literature and Cultural Studies, Universitas Monash, Australia. Ia merupakan sebagai pengajar kesusastraan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (Fakultas Sastra) Universitas Indonesia dan redaksi Jurnal Puisi.
            Penjelasan di atas merupakan identitas dari sekalian isi buku yang akan dilaporkan hasil bacaannya serta biografi pengarang buku. Laporan bacaan dari buku ini tidak akan dilaporkan secara utuh keseluruhan isi buku karena telah dibagi kelompok maka laporan bacaan yang akan dilaporkan hanya pada bagian bab III tentang Prosa dan bab V tentang Catatan untuk Pengajar. Laporan bacaan ini ditulis guna memenuhi tugas I (satu) dari mata kuliah Sastra Terapan. Dosen pengampu mata kuliah Sastra Terapan ini diampu oleh Prof. Dr. Hasanuddin WS, M.Hum dan Dr. Yeni Hayati, M.Hum.

B. LAPORAN BAGIAN BUKU

Laporan bagian buku ini berisi tentang bagian-bagian buku secara rinci dengan merangkum, mengklasifikasikan, dan menginterpertasikan dengan menggunakan bahasa sendiri (sederhana) sehingga mudah dipahami. Bab III dengan judul bab Prosa, pada bagian ini terdapat tiga subbab mengenai prosa. Pertama prosa: struktur naratif, kedua unsur-unsur prosa: tokoh, latar, alur, struktur, dan ketiga penceritaan/penuturan. Serta Bab V dengan judul Bab Catatan untuk Pengajar, pada bagian ini terdapat empat subbab yang pertama catatan untuk pengajar sastra, kedua catatan untuk pengajar puisi, ketiga catatan untuk pengajar prosa, dan keempat catatan untuk pengajar drama.

a. Prosa

1. Judul Subbab 1: Prosa: Struktur Narasi

            Subbab ini terdapat pada halaman 77-84. Pada subbab ini disusun oleh Ida Sundari Husen, pengarang mengelompokkan prosa ke dalam bentuk roman/novel, cerita pendek, dongeng, catatan harian, (oto)biografi, anekdot, lelucon, roman dalam bentuk surat-menyurat (epistoler), cerita fantastik maupun relistik. Prosa narasi bukanlah monopoli karya sastra, melainkan juga ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya warta berita.

2. Judul Subbab 2: Unsur-Unsur Prosa: Tokoh, Latar, Alur

            Subbab ini terdapat pada halaman 85-88. Pada bagian subbab ini pengarang memaparkan dengan jelas tentang tokoh, latar, dan alur dalam karya sastra berupa prosa. Menurut defenisi penyusun tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa di dalam cerita (Sudjiman dalam Budianta, 86:2003). Di samping tokoh utama (protagonis) ada jenis tokoh lain yang terpenting adalah tokoh lawan (antagonis) yakni tikoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh utama. Konflik di antara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan cerita. Selain itu ada tokoh yang fungsinya hanya melengkapi disebut tokoh bawahan.
            Selain tokoh dalam suatu narasi juga terdapat latar. Latar merupakan segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Deskripsi latar dapat bersifat fisik, realistik, dokumenter, dapat pula deskripsi perasaan. Latar adalah lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimi, metafora, atau ekspresi tokohnya. Namun unsur yang juga sangat penting dalam karya sastra prosa adalah peristiwa. Peristiwa yang membentuk kerangka cerita (alur utama). Rangkaian peristiwa direka dan dijalin dengan seksama membentuk alur yang menggerakkan jalannya cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian.
            Peristiwa-peristiwa penting adalah yang memiliki hubungan sebab-akibat (fungsi utama) dan membentuk kerangka cerita. Contoh alur sederhana tanpa rumitan yang sekaligus juga alur utama dan kronologis adalah yang dibuat berdasarkan kisah Bawang Putih dan Bawang Merah. Runtut peristiwa dalam cerita tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
-       Meninggalnya ibu Bawang Putih.
-       Pernikahan ayah Bawang Putih dengan janda beranak satu: ibu Bawang Merah.
-       Perlakuan jelek ibu tiri terhadap Bawang Putih.
-       Hilangnya pakian yang sedang dicuci Bawang Putih di sungai.
-       Pencarian pakaian yang hilang dengan menyusuri sungai.
-       Pertemuan dengan nenek gaib.
-       Pemberian labu oleh nenek gaib kepada Bawang Putih.
-       Pembukaan labu yang berisi intan permata di rumah Bawang Putih.
-       Kedengkian dan iri hati Bawang Merah terhadap nasib baik saudara tirinya membawanya ke sungai.
-       Pembuangan pakaian yang akan dicuci oleh Bawang Merah ke Sungai.
-       Pencarian pakaian oleh Bawang Merah.
-       Pertemuan dengan nenek gaib yang sama.
-       Permintaan Bawang merah agar diberi hadiah.
-       Pemberian labu oleh nenek gaib kepada Bawang Merah.
-       Pembukaan labu yang ternyata berisi reptil yang berbahaya bagi Bawang Merah.
-       Kebahagian Bawang Putih yang akhirnya menjadi kaya.

3. Judul Subbab 3: Struktur Penceritaan/Penuturan

Subbab ini terdapat pada halaman 89-92. Pada subbab ini pengarang menjelaskan tentang konsep dan definisi tentang struktur penceritaan. Dalam kisahnya pencerita sering menyebut diri “aku” atau “saya” (pencerita akuan). Pencerita akuan adalah tokoh dalam ceritanya tetapi tidak selalu tokoh utama. Namun sering kali dalam kisahnya pencerita mengacu pada tokoh-tokohnya dengan kata ganti orang ketiga “dia” atau “ia” berarti pencerita dia-an  ada di luar cerita (eksternal) dan dapat menjadi pencerita mahatahu. Dalam menyampaikan kisahnya pencerita selalu mengambil posisi dan bercerita menurut sudut pandang (point of view), jika ia “berada” dalam cerita sebagai tokoh (pecerita akuan internal), pandangannya terbatas pada apa yang dapat diketahui oleh seseorang tokoh. Namun, jika ia berada di luar (penceritaan dia-an, eksternal) ia dapat menjadi pencerita mahatahu yakni pencerita yang mengetahui maksud dan pikiran semua tokoh serta semua yang mereka lakukan. Semua tokoh dipndang dari dalam (fokalisasi intern).

b. Catatan untuk Pengajar Sastra

1. Judul Subbab 1: Catatan untuk Pengajar Sastra

Pada subbab ini mahasiswa diajak untuk memahami tentang hakikat sastra. Konsep dan definisi sastra memang beragam namun pada pembahasan ini mahasiswa diajak mengeksplorasi apa itu sastra. Selain itu mahasiswa dibawa mampu membandingkan ragam sastra dengan yang bukan sastra. Dengan demikian mahasiswa mampu memahami dan memberi simpulan berbagai konsep sastra dan melaksanakan pembelajaran sastra.
Para kritikus maupun teoritikus banyak membicarakan tentang pengantar dan cara mengapresiasi sastra tersebut. Namun ada satu teknik yang dapat dilakukan dalam melaksanakan pembelajaran di kelas yaitu dengan membuat dua kolom untuk membandingkan karya ilmiah dengan karya sastra dengan memperhatikan dan membandingkan bahasa serta ragam bahasa yang digunakan dalam kedua karya tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kegiatan menghapal definisi. Mengharapkan pembelajaran pengalaman langsung dengan apa yang terjadi.
Berdasarkan konsep yang telah dikemukakan penulis, hal ini memberikan gambaran bagaimana melaksanakan pembelajaran sastra di kelas. Seorang pengajar tidak langsung berbicara tentang konsep dan definisi apa itu sastra, tetapi langsung menyodorkan karya sastra ke mahasiswa untuk dibaca dan dipahami. Hasil kegiatan membaca dan memahami ini dapat memberikan pemahaman kepada mereka tentang apa itu sastra secara tersendiri. Agar kegiatan pembelajaran tidak monoton pengajar bisa membuat pembelajaran ini menjadi sebuah permainan yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah kegiatan yang menekankan pada proses memahami suatu karya sastra. Kegiatan ini dilakukan dengan menekankan prinsip keabsahan yakni menekankan pada penafsiran makna serta prinsip makna ganda (karya sastra mengandung makna lebih dari satu kemungkinan makna). Tahap kedua membandingkan pemahaman yang didapat dari karya sastra itu dengan menjelaskan akademis teks ilmiah. Dari kedua kegiatan itu, mahasiswa mampu membuat konsep tentang apa itu sastra dan bagaimana cara memahami sastra.
Pada bagian subbab selanjutnya yaitu sastra: antara konvensi dan inovasi, mahasiswa dituntut untuk memahami konvensi dan inovasi sastra itu sendiri. Penulis memberikan pemahaman bahwa perbedaan antara sastra dan bukan sastra bersifat relatif. Batasan-batasan mengenai sastra berhubungan dengan konvensi sastra. Di mana jika konvensi tersebut berkembang maka dapat dikatakan sebagai inovasi sastra. Selain itu hal ini dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa bagaimana melaksanakan pembelajaran konvensi dan inovasi sastra.
Setelah mahasiswa dapat membedakan atau mengkontraskan batasan-batasan yang jelas apa itu sastra dan nonsastra. Pada pembelajaran ini pengajar dapat memberikan pemahaman bahwa teks sastra tidak menunjukkan batasan-batasan yang tidak bersifat kaku dan lugas. Pengajar mesti menyediakan teks-teks kesusastraan dan teks sastra yang berasal dari negara-negara lain sebagai bahan penguatan. Dari beberapa teks tersebut memungkinkan mahasiswa menjadi bingung karena banyak unsur-unsur sastra yang digolongkan secara formal tidak dikatakan sebagai karya sastra. Hal ini salah satu kesempatan kepada pengajar untuk masuk pada masalah konvensi sastra. Pengajar juga mengarahkan bahwa contoh-contoh konvensi sastra ini akan mengalami revisi dan inovasi sastra.
Masalah seperti ini memberikan kesempatan kepada pengajar untuk memberikan pemahaman yang bersifat penting. Pemahaman yang dimaksud pertama, posisi masalah tersebut menunjukkan posisi yang ekstrem, di antara dua kutub tersebut terletak berbagai macam teks yang memadukan kedua kutup tersebut. Kedua, pengajar dapat menunjukkan bagaimana penggolongan sastra dan bukan sastra bersifat konvensional, tergantung masyarakat, kesepakatan, dan waktu tertentu.
Selanjutnya masih bagian dari subbab ini penulis memaparkan tentang fungsi sastra. Pada bagian ini mahasiswa dituntut untuk memahami berbagai fungsi sastra dalam masyarakat. Sebagai karya sastra yang bersifat imajinatif, diharapkan mampu berfungsi sebagai penghibur, mengkritik, mendidik, dan sebagainya. Dengan adanya pembahasan mengenai fungsi sastra, mahasiswa mampu memahami bagaimana melakukkan pembalajaran fungsi sastra.
Mengenai fungsi sastra, pengajar bisa menggunakan konsep yang dikemukakan Horatius delce et utile yang menekankan pembelajaran fungsi karya sastra dalam masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mengajak mahasiswa melihat kegunaan karya sastra dalam kehidupan mereka sehari-hari. Puisi dapat dijadikan sebagai alat untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa bahwa dengan berpuisi kita dapat menyatakan perasaan (rasa marah, cinta, benci, dan sebagainya). Hal ini memberikan peran pengajar sebagai fasilitator dalam pembelajaran dan menyampaikan kepada mahasiswa bahwa sastra merupaka media komunikasi. Media komunikasi pasti melibatkan komunikatornya. Hal ini pengajar mengarahkan mahasiswa bahwa pengarang sebagai pengirim pesan, karya sastra sebagai pesan itu sendiri, dan pembaca sebagai penerima pesan. Selain itu pengajar harus memberikan pengauatan bahwa fungsi karya sastra berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, sesuai kondisi dan kepentingan masyarakat setempat.
Penjelasan terakhir dari bagian subbab ini penulis memaparkan pembahasannya tentang produksi dan reproduksi sastra. Pada bagian ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami interaksi semua pihak yang terkait dengan proses penciptaan karya sastra. Selain penciptaannya, mahasiswa juga dituntut memahami bagaimana mereproduksi atau memperbanyak karya sastra. Adanya pemahaman ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa bagaimana mengajarkan sastra yang berhubungan dengan produksi dan reproduksinya.
Penciptaan dan penyebaran karya sastra dalam masyarakat tidak dapat dipisahkan dari berbagai unsur pendukungnya. Masing-masing unsur penciptaan karya sastra tersebut saling berkaitan, serta interaksi pelaku sastra dengan yang lainnya. Sebagai bahan penguatan pengajar dapat memberikan contoh pengaruh responsi pembaca terhadap penciptaan ulang teks sastra, perubahan edisi teks, kontribusi penerbit dalam mengedit dan mengubah naskah. Hal tersebut cukup mampu memberikan pemahaman kepada mahasiswa bagaimana hubungan antara pelaku sastra dengan yang lainnya.
Proses pembelajaran mengenai produksi dan reproduksi ini lebih beragam, pengajar dapat membuat kegiatan yang dapat menunjang pembelajaran. Kegiatan yang dapat dilakukan salah satunya adalah mengundang tamu pembicara atau mengatur pemutaran video. Adanya kegiatan tersebut mampu memberikan kesan yang lebih menarik dalam proses pembelajaran. Selanjutnya pemutaran video yang berhubungan tentang produksi dan reproduksi karya sastra dapat menambah pemahaman dan pengetahuan mahasiswa tentang hubungan antara pelaku-pelaku sastra dalam proses penciptaan dan penyebaran karya sastra.

2. Judul Subbab 2: Catatan untuk Pengajar Puisi

Bagian pertama dari subbab ini membahas tentang puisi itu apa? Bagian ini bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa bagaimana cara melaksanakan pembelajaran puisi. Mahasiswa dituntut memahami konsep mengenai puisi. Selain itu, mahasiswa mampu membedakan berbagai sarana ekspresi puisi. Dimana sarana ekspresi puisi tidak hanya terdapat pada puisi tetapi terdapat juga pada iklan, slogan, dan ungkapan cinta.
Pengajar dapat memulai pembelajaran puisi dengan mengajak mahasiswa memahami contoh-contoh puisi. Dengan adanya kegiatan tersebut, mahasiswa mampu menemukan sendiri apa hakikat dari sebuah puisi dan unsur-unsur apa yang membangun puisi.
Bagian kedua dari subbab ini mengenai Unsur-unsur Membangun Puisi, bagian ini bertujuan memberikan pemahaman yang mendasar mengenai sarana-sarana yang mampu membuat sebuah puisi bernilai ekspresi puitis. Hal ini dapat dilihat dengan adanya bunyi, bentuk, dan citraan yang digunakan. Dengan demikian, pemahaman mahasiswa mengenai pembelajaran puisi dapat dikuasai dengan baik.
Seorang pengajar dapat memulai pembelajaran mengenai unsur-unsur pembangun puisi dengan memberikan contoh atau ilustrasi-ilustrasi yang banyak. Hal ini bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa bagaimana dan unsur-unsur apa yang dapat membangun kepuitisan dari sebuah puisi. Mahasiswa dituntut mencari atau mengidentifikasi unsur-unsur yang membangun sebuah puisi. Unsur-unsur yang dimaksud berupa penggunaan gaya bahasa, citraan, rima, dan yang lainnya yang ada pada contoh-contoh puisi yang telah diberikan penulis dalam tulisan mengenai puisi sebelumnya. Kegiatan ini akan lebih terarah jika mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok diminta untuk memberi tanda dan melakukan analisis terhadap apa yang ditemuinya dalam contoh puisi. Agar lebih terarah lagi pengajar dapat melakukan kegiatan belajar berdasarkan kegiatan-kegiatan berikut:
-       Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan pengajar bisa memberikan contoh puisi. Mahasiswa diminta untuk bersama-sama menganalisis dan memberi tanda atau simbol dari contoh puisi yang ada. Pemberian tanda yang dimaksud adalah mengidentifikasi unsur-unsur pembangun sebuah puisi yakni gaya bahasa, rima, bait, larik, dan citraan yang terdapat dalam contoh puisi. Selanjutnya, mahasiswa dapat melakukan diskusi mengenai temuan mereka terhadap unsur-unsur pembangun sebuah puisi. Dengan adanya hal ini mahasiswa mampu memahami unsur-unsur pembangun puisi secara keseluruhan. Tugas pengajar dalam hal ini mengarahkan, mengkuhkan, dan memperkuat argumen tentang unsur-unsur yang membangun kepuitisan puisi.
-       Setelah kegiatan pertama dilakukan diharapkan mahasiswa telah mampu memahami unsur-unsur pembangun sebuah puisi. Pengajar dapat memberikan tugas atau latihan kepada mahasiswa tentang membuat sebuah rangkuman terhadap contoh puisi yang diidentifikasi dan bagaimana unsur-unsur tersebut berfungsi dalam membangun kepuitisan dalam sebuah puisi.
Pada pembelajaran ini mahasiswa diminta memberikan dan menganalisis teknik apa yang digunakan pengarang dalam contoh puisi yang telah diberikan dan efek apa yang ditimbulkan dari unsur tersebut. Pengajar dalam hal ini dapat menjadi pemandu dan penengah terhadap masalah-masalah yang terjadi. Maksudnya pengajar memberikan pemahaman terhadap mahasiswa yang mengalami perbedaan pendapat. Dengan demikian pembelajaran tentang unsur-unsur pembangun dari sebuah puisi dapat terlaksana dengan baik. Mahasiswa justru lebih mudah memahami bagaimana unsur-unsur pembangun dalam puisi karena pengajar langsung melaksanakan pembelajaran pada rencana yang hendak dicapai.
Bagian ketiga dari subbab ini mengenai Aneka Ragam Puisi penulis menjelaskan bahwa bagian ini bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang ragam puisi. Ragam puisi dapat dikelompokkan berdasarkan ungkapan, bentu dapat dikelompokkan berdasarkan ungkapan, bentuk, dan isi. Adanya hal ini mampu memberikan pencerahan dan pemahaman kepada mahasiswa bagaimana melaksanakan pembelajaran mengenai ragam puisi.
Setelah mahasiswa mengetahui dan memahami apa itu puisi? Unsur-unsur apa saja yang ada dalam puisi? Pengajar dalam hal ini dapat memulai pembelajaran tentang aneka ragam puisi dengan cara memberikan pemahaman terhadap mahasiswa. Pemahaman yang dimaksud adalah memberikan penjelasan bahwa pengkategorian atau pengelompokkan ragam puisi saat ini masih tumpang-tindih. Setelah mahasiswa memahami tentang hal itu, pengajar dapat memberikan contoh aneka ragam puisi. Tidak semua ragam puisi dari zaman dahulu hingga sekarang disampaikan disini namun, hanya beberapa contoh yang dianggap penting. Setelah mahasiswa merasa memahami bagaimana pengkategorian ragam puisi, pengajar dapat melakukan pengecekan kembali. Pengevaluasian yang dimaksud dengan memberikan latihan atau penugasan kepada mahasiswa. Agar pembelajaran ini dapat berjalan dengan baik, pengajar dapat melakukan kegiatan penugasan sebagai berikut.
-       Sebagai kegiatan pendinginan (coolingdown) mahasiswa ditugaskan suatu telaah terhadap unsur-unsur puitis dan aneka ragam puisi terhadap beberapa contoh puisi. Jika waktu yang tersedia dalam kegiatan ini tidak memungkinkan pengajar dapat meminta mahasiswa melanjutkannya di rumah. Hal ini bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan penelaahan dan pengkategorian puisi dengan baik.
-       Pengajar dapat meminta mahasiswa untuk mengumpulkan secara kolektifdan memilih hasil produk tersebut dengan baik. Setelah itu mahasiswa diminta menyerahkan keberbagai perpustakaan. Adanya kegiatan tersebut diharapkan mahasiswa dapat memahami berbagai penelaahan dan pengkategorian puisi. Dengan demikia pembelajaran mengenai aneka ragam puisi dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

3. Judul Subbab 3: Catatan untuk Pengajar Prosa

Pertama subbab ini membahas tentang Prosa: Struktur Narasi, dalam bagian ini penulis membahas mengenai bagaimana struktur sebuah narasi. Adanya pembahasan ini memberikan wawasan mengenai struktur narasi, selain itu mahasiswa mampu membandingan struktur narasi dengan struktur yang bukan narasi. Adanya hal ini memberikan pemahaman juga kepada mahasiswa bagaimana melaksanakan pembelajaran struktur narasi agar lebih menarik.
Mengenai pembelajaran struktur narasi pengajar dapat memulai pembelajaran dengan melakukan pembahasan mengenai perbedaan narasi dengan puisi. Hal tersebut bertujuan untuk memantapkan pemahaman mahasiswa mengenai perbedaan kedua genre sastra tersebut. Dengan adanya kegiatan ini mahasiswa mampu membedakan dan mengidentifikasi ciri dari kedua genre tersebut. Narasi mencakup keseluruh bentuk karya sastra yang tidak menggunakan dialog. Maksudnya narasi tidak dominan menggunakan dialog dalam penciptaannya. Bentuk-bentuk narasi bisa berupa cerita pendek, dongeng, catatan harian, anekdot, biografi, dan sebagainya. Namun, narasi juga dapat termuat dalam tulisan nonsastra seperti surat kabar, laporan, dan berita acara. Jika kegiatan tersebut telah berhasil pengajar dapat memberikan contoh narasi kepada mahasiswa. Membimbing mahasiswa untuk menemukan unsur-unsur penting dan tidak penting yang membangun kisahan. Hal tersebut dilakukan agar mahasiswa memahami bagaimana struktur sebuah narasi. Agar pembelajaran ini agar lebih terarah pengajar dapat melakukan kegiatan berikut.
-       Kegiatan pertama, pengajar membagi mahasiswa dalam beberapa kelompok. Kegiatan selanjutnya memberikan contoh narasi yang akan dianalisis. Usahakan dalam kelompok tersebut semua mahasiswa ikut terlibat, artinya tidak ada mahasiswa yang pasif. Pada saat mempresentasikannya usahakan semua mahasiswa turut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi.
-       Kegiatan selanjutnya, tunjuk satu kelompok mahasiswa untuk membuat ringkasan dari pengidentifikasian hal-hal yang penting. Mahasiswa yang lain diminta untuk menentukan unsur-unsur yang lain juga seperti apa, siapa, mengapa, bagaimana, di mana, kapan, dan peristiwa-peristiwa yang menentukan jalannya cerita.
-       Kelompok yang membuat ringkasan diminta untuk tampil ke depan mempresentasikan hasil ringkasannya. Di sini mahasiswa lain bertugas untuk memberikan komentar terhadap apa yang dipresentasikan tersebut. Pengajar dalam hal ini bertugas untuk memberikan penguatan atau penyelesaian jika terjadi perbedaan pendapat.
-       Seorang pengajar harus mampu menyiapkan contoh-contoh narasi yang lainnya. Hal ini dilakukan agar menambah rujukan dan referensi lainnya. Dengan demikian mahasiswa dapat memahami bagaimana struktur sebuah narasi.
-       Kegiatan terakhir, mahasiswa dapat ditugaskan membuat daftar istilah mengenai hal-hal yang dianggap penting dari pembahasan yang telah dilakukan. Hal ini bertujuan menambah pengetahuan mahasiswa terhadap struktur narasi.
Bagian kedua dari subbab ini membahas tentang Unsur-unsur Prosa: Tokoh, Alur, Latar. Mengenai unsur-unsur prosa mahasiswa banyak yang belum mampu menguasai hal ini secara mendalam. Pembahasan ini memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai unsur-unsur pembangun prosa secara mendalam. Selain itu juga pada bagian ini dipaparkan bagaimana cara melaksanakan pembelajaran mengenai struktur prosa.
Sebelum melakukan pembelajaran mengenai unsur-unsur prosa, pengajar seharusnya memberikan beberapa contoh prosa narasi. Kemudian mahasiswa diminta untuk menentukan unsur-unsur apa yang ada dalam cerita tersebut. Setelah mahasiswa menentukan unsur-unsurnya seperti tokoh, tema, penokohan, latar, alur, dan amanat. Pengajar dapat memberikan atau memasukkan konsep mengenai unsur-unsur yang ditemukan mahasiswa. Agar mahasiswa lebih memahami apa yang dimaksud dengan tema, tokoh, penokohan, latar, alur, dan amanat dari prosa naratif. Pembelajaran mengenai unsur-unsur prosa ini akan lebih terarah dapat melakukan kegiatan-kegiatan berikut.
-       Pengajar dapat membagi mahasiswa dalam beberapa kelompok dan memintanya untuk menentukan unsur-unsur yang terdapat dalam prosa. Tentunya sebelum itu telah diberikan kepada mahasiswa contoh prosa narasi.
-       Setiap kelompok diminta untuk mendiskusikan serta mempresentasikan temuannya dan melakukan kegiatan tanya jawab yang sifatnya menambah pengetahuan mahasiswa. Dalam hal ini pengajar dapat melakukan pengawasan dan sebagai penengah jika terjadi perbedaan pendapat.
-       Hasil temuan dan pembahasan ditulis di papan tulis. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman yang jelas terhadap unsur-unsur yang membangun prosa naratif.
-       Struktur yang telah dibahas bertujuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang serangkaian peristiwa yang terjadi pada contoh prosa naratif. Selain itu mahasiswa yang lain juga dapat membandingkan temuan mereka tentang alur. Hal tersebut diharapkan dapat menambah dan memperkaya pengetahuan mahasiswa terhadap struktur alur prosa naratif.
Bagian ketiga dari subbab ini penulis menjelaskan tentang Struktur Penceritaan/Penuturan. Bagian ini bertujuan mahasiswa diharapkan memahami aspek tuturan dan penuturan, terutama masalah teknik sudut pandang dan peristiwa-peristiwa dalam dunia fiksi tidak dikemukakan sebagaimana adanya tetapi menurut sudut pandang tertentu atau dikemukakan dengan cara tertentu.
Mengenai struktur penceritaan/penuturan pengajar dapat memulai pembelajaran dengan memberikan pemahaman atau konsep penceritaan/penuturan. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang pengarang atau penulis dengan pencerita atau juru kisah. Pengajar dapat menggunakan contoh kasus yang terjadi pada Prof. Dr. Hayati Soebadio guru besar Fakultas Sastra, pengarang Orang yang Hidup ia bernama Hayati yang banyak menulis fantasi, tetapi ia bukan penutur atau pencerita kisahnya. Dengan adanya contoh tersebut mahasiswa mampu membuat konsep tentang perbedaan penulis atau pengarang dengan pencerita atau juru kisah. Dengan adanya hal tersebut, pembelajaran penceritaan atau penuturan dapat berjalan dengan baik sesuai tujuan pembelajaran. Namun pengajar juga dapat melakukan kegiatan berikut, hal ini dilakukan untuk membuat pembelajaran lebih menarik. Kegiatan-kegian yang dimaksud sebagai berikut.
-       Pengajar dapat menugaskan mahasiswa membuat laporan dari sebuah prosa, misalnya Robohnya Surau Kami karya A. A. Navis. Mahasiswa diminta untuk menentukan Siapa yang bercerita? Bagaimana sudut pandangnya? Apakah ada kesamaan gagasan yang diungkapkan tokoh lain dengan sudut pandang yang berbeda? Dengan adanya hal tersebut, mahasiswa mampu membedakan penceritaan dengan penuturan.
-       Kegitan selanjutnya, mahasiswa dibentuk dalam beberapa kelompok dan ditugaskan membuat cerita yang sama-sama mereka ketahui dalam kelompok dengan memperhatikan teknik penceritaan, yakni pencerita akuan (yang bercerita) penceritaan diaan (salah seorang mahasiswa sebagai pengarang) atau sudut pandang maha tahu, sama tahu, dan kurang tahu.
-       Kegiatan selanjutnya setiap kelompok membacakan hasil diskusi masing-masing. Hal tersebut bertujuan memberikan pemahaman dan menambah perbendaharaan pengetahuan mereka terhadap struktur penceritaan atau penuturan. Dengan demikian, pembelajaran struktur penceritaan atau penuturan dapat berjalan sesuai dengan tujuan pembelajara yang diharapkan.

4. Judul Subbab 4: Catatan untuk Pengajar Drama

Bagian pertama dari isi subbab ini pengarang membahas tentang Hakikat Drama, bagian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan bagaimana cara melaksanakan pembelajaran drama. Selain itu mahasiswa mampu membandingkan dan membuat konsep yang jelas tentang drama. Serta mampu membedakan mana yang dikatakan drama dan mana tidak dapat dikatakan drama.
Mengenai konsep drama dan teater banyak pandangan dan perbedaan persepsi. Hal ini menjadi masalah bagi pengajar dalam melaksanakan pembelajaran, pengajar dapat mengajak mahasiswa memberikan komentar tentang kedua konsep tersebut. Jika hal ini telah dilakukan maka pembelajaran drama akan berjalan dengan lancar. Mahasiswa diminta untuk mengutarakan komentar dan pendapatnya mengenai kedua konsep ini, sehingga pengajar hanya sebagai pemantau dan meluruskan permasalahan yang sedang dibicarakan. Dengan demikian mahasiswa akan segera langsung memahami hakikat drama, yakni tentang perbedaan drama dan teater. Selain itu pengajar dapat memberikan contoh drama dan teater serta pengajar juga perlu mencari beberapa contoh karya drama yang telah dipentaskan dan yang belum dipentaskan. Hal ini bertujuan untuk menambah pemahaman mahasiswa. Agar pembelajaran ini berjalan dengn baik, serta tidak monoton maka pengajar dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
-       Berikan dua contoh drama yang dianggap mampu membuat pemahaman mahasiswa bertambah mengenai hakikat drama. Ajaklah mahasiswa membacanya bersama-sama naskah drama yang diberikan secara teliti dan berulang-ulang. Minta mahasiswa menganalisis naskah drama yang diberikan. Selanjutnya, ajaklah mahasiswa berdiskusi dan berkomentar terhadap hasil analisis yang mereka temukan.
-       Berikan kesempatan kepada mahasiswa yang pernah ikut terlibat dalam pementasan drama. Hal tersebut bertujuan untuk membagi pengalaman kepada mahasiswa yang tidak pernah terlibat dalam pementasan drama. Selain mampu meransang pemahaman mahasiswa juga dapat memotivasi mahasiswa agar mau terlibat dalam pementasan drama.
-       Ajak mahasiswa mengingat-ingat siaran TV atau film FTV yang pernah mereka tonton. Ajaklah mereka menganalisisnya. Dramatisasi apa yang ditayangkan? Wajar atau tidaknya cara bermainnya? Masuk akalkah akting atau tindakan para pemainnya? Mengapa sesuatu menjadi wajar atau tidak wajar? Mengapa sebuah tindakan atau akting dalam sinetron sangat menyebalkan?
-       Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan pemahaman yang mereka peroleh, ajaklah menulis naskah drama. Tugaskan mahasiswa menampilkan atau mementaskan naskah drama yang telah mereka buat. Mintalah kepada mereka untuk menganalisis pementasan dan naskah yang telah dibuat secara bersama-sama. Dengan demikian pemahaman mahasiswa mengenai drama dan pementasannya dapat tersalurkan dengan baik.
Pembahasan kedua dari subbab ini penulis membahas mengenai Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik. Bagian ini bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai karakteristik drama. Selain itu juga mahasiswa mampu membandingkan berbagai contoh drama yang sesuai dengan karakteristik dari sebuah drama. Selanjutnya mahasiswa juga mampu memahami berbagai sarana dramatis dari drama. Begitu juga dengan proses penerapannya dalam melaksanakan pembelajaran drama.
Untuk menguji apakah pemahaman mahasiswa tentang drama telah baik. Maka pengajar dapat membuat sebuah kuis tentang cuplikan-cuplikan drama. Setelah kegiatan ini berlangsung, untuk masuk pada pemahaman tentang karakteristik drama dan sarana dramatik pengajar dan mahasiswa dapat mengingat-ingat kembali pembelajaran mengenai struktur prosa. Hal ini bertujuan antara elemen drama dan prosa ada perbedaan, agar mahasiswa dapat membandingkan struktur elemen drama dan prosa. Begitu juga dengan elemen alur, pengajar juga dapat membandingkannya dengan alur yang ada pada prosa. Namun harus diingatkan bahwa naskah drama itu untuk dipentaskan. Mengenai sarana dramatik pengajar dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai monolog, sililokui, dan sampingan. Namun agar pemehaman ini lebih terarah dan menarik, maka pengajar dapat melakukan kegiatan-kegiatan berikut.
-       Pengajar dapat memberikan contoh drama yang tersedia dan contoh lain dari drama. Mahasiswa diminta untuk mendiskusikan manfaat atau peran stagedirection atau penunjuk pemanggungan sebagai penambah konkritisasi peran atau pendukung dari drama yang dipentaskan. Dengan demikian, mahasiswa mampu memahami berbagai sarana dramatik dari sebuah drama.
-       Pengar dapat mengingat-ingatkan kembali mengenai konvensi dan inovasi sastra. Dari contoh drama yang ada maka mintalah mahasiswa mahasiswa untuk menganalisis kecenderungan mengenai tema dan kesan stilistik dari sarana dramatik drama. Hal ini bertujuan untuk menambah pemahaman mahasiswa mengenai konvensi dan inovasi sastra terutama pada drama.
-       Mintalah mahasiswa menganalisis alur dan pengaluran, serta tokoh dan penokohan dari beberapa contoh drama yang telah diberikan. Hal ini bertujuan untuk mencari hal apa yang dominan diceritakan dari naskah yang telah diberikan. Kegiatan ini dapat juga dilakukan dengan tanya jawab antara mahasiswa dengan pengajar. Dengan adanya kegiatan-kegiatan ini mahasiswa mampu memahami karakteristik elemen drama dan  sarana dramatiknya.
-       Dari beberapa contoh drama yang telah diberikan. Mintalah mahasiswa menentukan dan mengidentifikasi sarana dramatik drama. Monolog, solilokui atau sampingan. Mintalah mahasiswa menganalisisnya, kemudian tugaskan juga mahasiswa menganalisis kecenderungan sarana dramatik yang digunakan dan kenapa sarana dramatik itu yang digunakan.
Bagian ketiga dari subbab ini pengarang menjelaskan mengenai Pengkategorian Drama. Bagian ini bertujuan memberikan kepada mahasiswa mengenai pengkategorian drama. Dengan adanya hal ini mahasiswa dapat mengelompokkan berbagai contoh drama yang mereka temukan. Selain itu mahasiswa diberikan penugasan tentang bagaimana cara melaksanakan melaksanakan pembelajaran mengenai pengategorian drama.
Pengajar dalam melaksanakan pembelajaran dalam pengketegorian drama dapat memulainya dengan memberikan pemahaman kepada mahasiswa. Selanjutnya ajaklah mahasiswa mengingat-ingat tentang macam-macam drama. Dengan adanya kegiatan tersebut mahasiswa dapat memahami bagaimana pengkategorian dari drama. Pengajar dapat memberikan pemhaman kembali bahwa secara umum mengenai pengkategorian drama tersebut ada lima.pengkategorian yang dimaksud ialah tragedi, komedi, tragedi komedi, melodrama, dan farce. Selanjutnya mengenai hal ini pengajar dapat menampilkan contoh-contoh dari pengkategorian drama. Hal tersebut dilakukan karena selain mampu menambah pemahaman mahasiswa juga mampu membedakan kelima kategori drama, untuk lebih terarah pembelajaran ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
-       Mintalah mahasiswa membawa atau mencari berbagai macam naskah drama. Tugaskan mahasiswa tersebut menganalisis dan memengkategorikannya. Ajaklah mahasiswa mendiskusikan pola sajian dan kecenderungan tematik dari karya drama yang mereka dapatkan. Setelah menganalisis dan mengelompokkan berbagai contoh drama, mintalah mahasiswa memberikan alasan dan argumen mengenai pengkategorian drama yang dimaksudkan. Mintalah mahasiswa menyampaikan simpulannya mengenai hal tersebut.
-       Jika memungkinkan rancanglah drama sesuai fragmen dari naskah drama yang dirancang mahasiswa. Berilah penilaian kepada mahasiswa mengenai pemahaman mereka terhadap tokoh, alur cerita, petunjuk pemanggungan, dan unsur-unsur lainnya. Dengan demikian pembelajaran pengkategorian pembelajaran drama dapat berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

C. KOMENTAR TENTANG ISI BUKU

Buku karangan Melani Budianta, dkk ini sangat tepat dibaca oleh mahasiswa pascasarjana sebab buku ini membahas serta memaparkan definisi dan konsep yang bisa dijadikan sebagai bahan rujuakan atau referensi oleh dosen atau calon dosen dalam proses pembelajaran sastra pada tingkat sekolah tinggi. Berdasarkan pembahasan atau isi yang dikemukakan buku Melani Budianta, dkk (2003) yang terdiri dari lima bab dan dilengkapi dengan beberapa subbab. Pada bab pertama dibahas tentang hakikat sastra: konsep sastra, sastra antara konvensi dan inovasi, fungsi sastra, serta produksi dan reproduksi sastra. Bab kedua membahas tentang puisi, unsur-unsur pembangun puisi, dan aneka ragam puisi. Bab ketiga membahas tentang prosa: struktur narasi, unsur-unsur prosa, dan struktur penceritaan/penuturan. Bab keempat membahas tentang drama: hakikat drama, karakteristik, elemen-elemen, dan sarana dramatik, serta pengkategorian drama. Bab kelima membahas tentang catatan untuk pengajar: sastra, puisi, prosa,dan drama.
Komentar penulis tetang isi bacaan buku yang dilaporkan. Pada bagian ini pelapor menggunakan buku sumber lain sebagai rujukan untuk membandingkan pembahasan bab ketiga dari buku yang ditulis oleh Melani Budianta, dkk (2003) yaitu tentang prosa. Pada bagian bab ketiga membahas tentang prosa, prosa: struktur narasi, unsur-unsur prosa: tokoh, latar, alur, dan struktur penceritaan/penuturan. Pembahasan prosa secara umum bertujuan memberikan pemahaman dasar kepada pembaca untuk memahami berbagai konsep tentang prosa secara keseluruhan.
Lain halnya dengan buku pembanding pertama yang ditulis oleh Ida Rochani Adi yang berjudul Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian cetakan pertama pada bulan Juli tahun 2011 yang diterbitkan oleh pustaka pelajar di kota Yogyakarta. Buku tersebut terdiri dari delapan bab dan mempunyai beberapa subbab setiap babnya. Pembahasan yang dikemukakan di dalam buku tersebut secara umum masih mempunyai kesamaan mengenai konsep dan pembahasannya tentang prosa dalam buku Melani Budianta yang dilaporkan di atas. Pembahasan tentang prosa dalam buku tersebut terdapat pada bab ketiga yang berjudul Memahami Novel dan Film Naratif Populer di mana subbab dari bab tersebut membahas tentang proses produksi novel populer, fiksi populer dan unsur ceritanya, film naratif, dan gaya bahasa.
Sub bab yang membahas struktur naratif dalam novel populer dalam buku Ida Rochani Adi yang terdapat pada halaman 36 mengungkapkan tentang struktur naratif. Sedangkan di dalam buku yang dilaporkan struktur narasi tidak begitu jelas diungkapkan, pada buku pebanding struktur narasi atau struktur naratif istilah yang dipakai penulis diungkapkan dengan jelas maksud dari struktur naratif itu sendiri. Struktur naratif itu merupakan istilah yang digunakan dalam fiksi populer, tetapi struktur naratif secara tradisional sering mengacu pada novel tinggi atau adiluhung yang biasa disebut dengan plot atau alur. Plot diketahui melalui jalan cerita, namun jalan cerita belum tentu mengandung plot jika jalan cerita tidak digerakkan oleh konflik dan konflik inilah yang merupakan inti dari plot.
Pada buku pembanding dalam membahas struktur naratif dalam prosa lebih mendalamkan bahasannya tentang plot dalam karya sastra, bahkan ditegaskan bahwa plot merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah karya sastra. Pada buku yang dilaporkan pembahasan tentang struktur naratif ini sepertinya harus dipahami oleh si pembaca sendiri karena kurangnya informasi yang memadai mengenai struktur naratif ini, sebab hanya dibahas menggunakan ilustrasi melalui contoh cerpen Robohnya Surau Kami.
Dalam subbab selanjutnya membahas tetang tema dalam novel populer, penokohan dalam novel populer, latar atau setting, dan suasana. Cara  pegungkapannya pun sangan jauh berbeda dengan buku yang dilaporkan. Pada subbab unsur-unsur prosa: tokoh, latar, alur dalam buku yang dilaporkan penjelasannya tidak begitu mendalam hanya sekedar konsep yang harus diketahui oleh pembaca. Sedangkan pada buku pembanding unsur-unsur prosa ini dibahas secara mendalam satu persatu serta lebih lengkap pembahasannya dengan membahas tema serta suasana dalam karya naratif terutama karya sastra berupa prosa. Intinya pada buku yang dilaporkan penjelasannya kurang lengkap dan hanya menjelaskan garis-garis besar secara keseluruhan, sedangkan pada buku pembanding penjelasannya lebih lengkap.
Buku pembanding kedua yang ditulis oleh Drs. Muhardi, M.S. dan Drs. Hasanuddin WS berjudul Prosedur Analisis Fiksi yang dicetak oleh Bintang Jaya Offset serta diterbitkan oleh IKIP Padang Press pada tahun 1992 di kota Padang. Buku ini terdiri atas beberapa bagian, diantaranyakata pengantar, daftar isi, bagian buku terdiri atas lima bab, dan daftar pustaka. Buku Prosedur Analisis Fiksi ini merupakan buku perdana yang diterbitkan oleh IKIP Press. Buku ini memaparkan prosedur konseptual yang diringi dengan tahapan kerja sistematis dalam menganalisis karya sastra terutama karya fiksi. Pada buku ini dijelaskan cara menganalisis cerpen, sehingga sangat berguna bagi mahasiswa sastra maupun pengajar sastra.
Bab pertama pada buku pembanding ini menjelaskan tentang Hakikat Fiksi, yang terdiri dari empat subbab yaitu, pengertian fiksi, genre fiksi, fungsi fiksi, dan otonomi fiksi. Bab kedua membahas tentang Unsur-unsur Fiksi, yang terdiri dari enam subbab yaitu, penokohan, peristiwa dan alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, serta tema dan amanat. Bab ketiga membahas tentang Pendekatan Objektif dalam Analisis Fiksi, yang terdiri atas empat subbab yaitu, pendekatan analisis fiksi, pendekatan objektif, prinsip umum pendekatan objektif, dan prinsip terapan pendekatan objektif. Bab keempat membahas tentang Pentahapan Kerja Pendekatan Objektif Melalui Jalur Alur, yang terdiri dari enam subbab, yaitu inventarisasi satuan peristiwa, identifikasi satuan peristiwa, interpretai permasalahan, pembuktian permasalahan, penyimpulan permasalahan, dan pelaporan hasil analisis.  Bab kelima membahas Sikap dan Perlakuan Masyarakat Terhadap Orang Gila, yang terdiri dari enam subbab, yaitu latar belakang masalah, permasalahan utama, permasalahan sampingan, jalan keluar masalah, efek samping permasalahan, dan kesimpulan. Referensi yang digunakan pengarang dalam menulis buku ini terdiri dari 36 buah buku referensi.
Jika dibandingkan dengan buku yang dilaporkan dari segi unsur hakekat prosa atau fiksi Membaca Sastra pada hal. 77 dijelaskan bahwa prosa narasi merupakan semua teks/karya rekaan yang tidak berbentuk dialog, yang isinya dapat merupakan kisah sejarah atau sederetan peristiwa sedangkan pada buku Prosedur Analisi Fiksi juga tidak menjelaskan hakikat prosa, tapi hanya dijelaskan hakikat fiksi, yaitu rekaan, hayalan atau pikiran semata. Genre prosa atau fiksi pada buku yang dilaporkan menjelakan tentang yang termasuk prosa narasi adalah roman/novel, cerita pendek, dongeng, catatan harian, (oto)biografi, anekdot, lelucon, roman dalam bentuk surat menyurat (epistoler), cerita fantastik maupun realistik. Sedangkan pada buku pembanding pada hal. 8 dijelaskan bahwa fiksi mengandalkan kekuatan imajinasi. Genre sastra lainnya seperti cerpen, roman, novel, cerbung, dan drama. Dilihat dari hakekatnya karya sastra hanya terdiri dari cerpen, novel, dan drama.
Dari unsur intrinsik prosa atau fiksi buku buku yang dilaporkan pada halalaman 85 dijelaskan unsur-unsur prosa, yaitu tokoh, latar, alur. Sedangkan pada buku pembanding ini pada halaman 20 buku ini dijelaskan unsur intrinsik fiksi yang terbagi atas dua, yaitu unsur utama dan unsur penunjang. Unsur utama yaitu tema dan amanat, permasalahan-permasalahan, penokohan, latar, dan alur. Unsur penunjang, antara lain sudut pandang, bahasa, dan agama. Selanjutnya dari unsur ekstrinsik prosa buku yang dilaporkan tidak dijelaskan secara eksplisit tentang unsur ekstrinsik prosa. Sedangkan  buku pembanding pada halaman 20 dijelaskan unsur ekstrinsik fiksi utama adalah pengarang, pengaruh luar lainnya yang mempengaruhi unsur penciptaan misalnya, sensivitas atau kepekaan pengarang, pandangan hidup pengarang, dan realitas objektif yang meliputi norma-norma, ideologi, tata nilai, konvensi budaya, dan konvensi budaya.
Buku pembanding ketiga yang ditulis Drs. Burhan Nurgiyantoro, M.Pd. berjudul Teori Pengkajian Fiksi cetakan pertama pada tahun 1995 diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press di kota Yogyakarka juga membahas pembahasan yang sama dengan buku yang dilaporkan. Bedanya pada buku pembanding yang kedua ini pembahasan tentang struktur narasi karya prosa memang masih samar bagi pembaca. Akan tetapi dalam membahas masalah unsur-unsur pembangun sebuah novel atau karya prosa dalam bab pertama sudah bisa ditemukan secara lengkap dan jelas dalam halaman 11 di sana dijelaskan secara umum bahwa unsur-unsur pembangun sebuah novel itu ialah plot, tema, penokohan, dan latar.
Buku ini terdiri dari sepuluh bab, bab pertama dan kedua membahas tentang karya fiksi secara umum. Pada bab ketiga sampai bab kesembilan membahas tentang unsur-unsur prosa secara lengkap dan mendalam antara lain bab ketiga membahas tentang tema, bab keempat membahas tentang cerita, bab kelima membahas tentang pemplotan, bab keenam membahas tentang penokohan, bab ketujuh membahas tentang pelataran, bab kedelapan membahas tentang penyudutpandangan, dan bab kesembilan membahas tentang bahasa.
Dibandingkan dengan buku yang dilaporkan serta buku pembanding yang pertama dalam mengungkap hal unsur-unsur prosa buku ini lebih lengkap lagi sebab pebahasannya diungkapan perbab dari setiap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra terutama karya fiksi. Kekuranggannya hanya saja buku ini sudah terlalu tua untuk dijadikan rujukan kalau pun ada cetakan terbaru isinya tidak jauh berbeda, akan tetapi adanya buku-buku yang membahas pembahasan yang sama sedikit banyaknya juga akan berpijak pada teori yang dibahas buku pembanding yang kedua ini. Ilmu itu terus berkembang maka teori dari buku Burhan Nurgiyantoro (1995) ini ada juga yang mungkin teori yang telah diganti atau tidak dipakai lagi di masa sekarang.
Adapun dari ketiga buku yang dilaporkan ini, secara umum buku yang dilaporkan ini memiliki beberapa manfaat. Pertama, bagi peneliti sendiri bisa menambah ilmu pengetahuan dan wawasan terhadap sastra, terutama pengetahuan tentang fiksi. Kedua, sebagai pedoman bagi guru-guru, dosen sebagai bahan pengajaran sastra. Ketiga, bermanfaat bagi mahasiswa yang akan mengambil mata kuliah sastra dan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian tentang sastra.
Kesimpulan penulis setelah membaca dan membandingkan buku yang dilaporkan, yaitu Membaca Sastra oleh Melani Budianta dkk., Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajiano oleh Ida Rochani Adi., dan Prosedur Analisis Fiksi oleh Muhardi, M.S. dan Hasanuddin WS, dan Teori Pengkajian Fiksi oleh Burhan Nurgiyantoro adalah baik dijadikan sebagai referensi untuk menambah wawasan. Masing-masing buku memiliki kelebihan masing-masing.

D. PENUTUP

Buku Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi yang ditulis Melani Budianta, dkk ini sangat bagus dibaca oleh kalangan guru dan mahasiswa FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan juga bagi dosen serta calon dosen. Banyak pengetahuan yang bisa diambil dari buku ini khusus bagi guru Bahasa dan sastra Indonesia yang sudah mengajar di sekolah. Buku ini sangat bermanfaat untuk dijadikan sebagai rujukan untuk mengajarkan sastra, karena dalam ilmu sastra seperti puisi, prosa, dan drama pembahasannya sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Karya sastra jenis prosa salah satunya novel, cerita di dalam novel itu biasa diangkat dari realita yang ada di masyarakat hanya saja telah dipadukan dengan imajinasi pengarang maka menjadi sebuah cerita. Namun dapat digaris bawahi di sini tidak ada sebuah karya sastra tercipta jika tidak pernah terjadi di lingkungan pengarangnya atau dalam diri pengarang itu sendiri.
Buku ini juga bermanfaat bagi khalayak umum, apabila jika pembacanya berbakat dalam bidang seni dan sastra. Banyak hal yang dapat dipelajari dan ditimba ilmunya dari buku yang dilaporkan ini. Seperti halnya bagi seseorang yang punya bakat menjadi penulis puisi, cerpen, novel, dan bahkan yang hobi bermain peran atau teater. Dalam buku ini sudah diungkapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan karya sastra.
Buku yang dilaporkan ini bahasanya mudah dipahami serta isi yang dibahas sangat bermanfaat bagi pembaca. Akan tetapi bagi pribadi penulis laporan bacaan sendiri berharap sebelum menjelaskan uraian panjang lebar tentang materi dalam setiap bab serta subbabnya akankah lebih baik terlebih dahulu dimulai dengan penjelasalan tentang pengertian ataupun definisi diletakkan pada paragraf pertama. Tujuannya agar sebelum pembaca memahami isi teks yang akan dibacanya paham tentang pengertian atau definisi materi dari bab dan subbab itu. Terkadang bagi pembaca yang kurang kritis dalam memahami teks susah memahami isi bacaan tersebut.

REFERENSI

Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer Teori dan Metode Kajian. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Budianta, Melani, dkk. 2003. Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera.
Muhardi dan Hasanuddin. 1992. Prosedur Analisis Fiksi. Padang: IKIP Padang Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

No comments:

Puisi Fenomenal dalam Dunia Sastra "Hujan Bulan Juni" Karya Sapardi Djoko Damono

Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono Identitas Buku Judul: Hujan Bulan Juni Penulis:  Sapardi Djoko Damono ...