KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya. Dengan rahmat dan karunia-Nya tersebut, penulis dapat
menyelesaikan laporan
bacaan buku MEMBACA SASTRA (Pengantar Memahami Sastra
untuk Perguruan Tinggi) karangan Melani Budianta, dkk tentang Prosa dan
Catatan untuk
Pengajar.
Laporan bacaan ini disusun untuk
memenuhi tugas I (satu) mata kuliah Sastra Terapan.
Dalam penulisan laporan
ini, penulis dibimbing dan diberi motivasi oleh berbagai pihak, sehingga laporan bacaan ini dapat diselesaikan
dengan baik. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Hasanuddin
WS, M.Hum. dan Dr. Yeni Hayati, M.Hum. selaku dosen pembimbing mata kuliah
Sastra Terapan yang telah memberikan pengetahuan
dan bimbingan.
Penulis
mengharapkan adanya penilaian dalam penyusunan laporan bacaan
ini. Oleh sebab itu kritik dan saran yang sifatnya membangun diperlukan untuk
dapat melengkapi dan menyempurnakan laporan
bacaan ini, semoga hasil laporan bacaan ini bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya, dan bagi penulis khususnya.
Padang, Februari 2016
Penulis
A. PENDAHULUAN
Laporan
bacaan ini diambil dari buku yang dikarang oleh Melani Budianta, Ida Sundari
Husen, Manneke Budiman, dan Ibnu Wahyudi yang berjudul MEMBACA SASTRA (Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi) yang
diterbitkan pada tahun 2003 oleh penerbit IndonesiaTera di kota Magelang. Buku
yang dilaporkan ini merupakan catakan kedua bulan September 2003 di mana
cetakan pertamanya dicetak pada bulan September 2002. Buku yang akan dilaporkan
merupakan buku hasil poto kopi dengan semua jumlah halaman buku 256 halaman.
Warna
kulit depan dan belakang buku berwarna biru merupakan hasil poto kopi dimana kulit
asli dari buku ini berlatar belakang warna putih dengan desain gambar orang
yang sedang memperagakan sebuah buku di tangan kanan serta berekspresi mata
melotot. Namun pada tulisan judul buku terlihat kurang mematuhi aturan tata
bahasa baku bahasa Indonesia sebab tulisan judul tersebut ditulis membaca SASTRA Pengantar Memahami Sastra
untuk Perguruan Tinggi. Panjang buku berukuran 21,5 cm mempunyai lebar 16,5
cm, serta tebal buku berukuran 0,6 mm. Berikut gambar dari kulit buku hasil
dari poto kopi dan yang asli.
Halaman
“i” berisikan kulit dalam dari buku, halaman “ii” menjelaskan tentang identitas
buku beserta dengan pemberitahuan tentang hak cipta buku yang dilindungi
undang-undang serta Katalok dalam Terbitan (KDT) dengan nomor seri ISBN
979-9375-84-3. Pada halaman “v-vii” menjelaskan tentang kata pengantar dari penyunting
yang ditulis oleh Manneke Budiman, Ibnu Wahyudi, dan I Made Suparta di Depok
pada tanggal 31 Juli 2002. Halaman “viii” menjelaskan tentang daftar isi dari buku
dimana daftar isi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
-
Pengantar halaman v
-
Daftar Isi halaman viii
-
SASTRA
Sastra Itu Apa?
Sastra: Antara Konvensi
dan Inovasi
Fungsi Sastra
Produksi dan Reproduksi
Sastra halaman 3-23
-
PUISI
Puisi Itu Apa?
Unsur-Unsur Pembangun
Puisi
Aneka Ragam Puisi
halaman 31-58
-
PROSA
Prosa: Struktur Narasi
Unsur-Unsur Prosa:
Tokoh, Latar, Alur
Struktur
Penceritaan/Penurunan halaman 77-89
-
DRAMA
Hakikat Drama
Karakteristik, Elemen
Drama, dan Sarana Dramatik
Pengkategorian Drama
halaman 95-111
-
CATATAN UNTUK PENGAJAR
Catatan untuk Pengajar
Sastra
Catatan untuk Pengajar
Puisi
Catatan untuk Pengajar
Prosa
Catatan untuk Pengajar
Drama halaman 119-156
Sebelum masuk pada topik yang akan
dibahas ada baiknya mengenal terlebih dahulu biografi dari penulis buku yang
akan dilaporkan hasil bacaannya. Pertama, Melani Budianta memperoleh gelar
Ph.D. dari Universitas Comell di Amerika Serikat dalam bidang English
Literature. Sebuah buku berwibawa dalam kajian sastra Theory of Literature yang disusun oleh Rene Wellek dan Austin
Warren pernah diterjemahkannya (Gramedia, 1988). Ia mengajar di Jurusan
Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (Fakultas Sastra), Universitas
Indonesia.
Kedua, Ida Sundari Husen telah
menerjemahkan sejumlah karya sastra dari pengarang Prancis. Gelar doktor dalam
ilmu budaya ia peroleh dari Universitas Indonesia-Universitas Prancis III.
Selain sebagai penerjemah, pekerjaan tetapnya adalah pengajar di Program Studi
Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (Fakultas Sastra), Universitas
Indonesia.
Ketiga, Manneke Budiman, pernah
menjabat sebagai Ketua Jurusa Kesusastraan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
(Fakultas Sastra) Universitas Indonesia. Pendidikan Pascasarjananya
diselesaikan di Universitas Wisconsin Madison, Amerika Serikat, dalam bidang
sastra bandingan.
Keempat, Ibnu Wahyudi menyelesaikan
program pascasarjananya di Centre for Comparative Literature and Cultural
Studies, Universitas Monash, Australia. Ia merupakan sebagai pengajar
kesusastraan di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (Fakultas Sastra) Universitas
Indonesia dan redaksi Jurnal Puisi.
Penjelasan di atas merupakan
identitas dari sekalian isi buku yang akan dilaporkan hasil bacaannya serta
biografi pengarang buku. Laporan bacaan dari buku ini tidak akan dilaporkan
secara utuh keseluruhan isi buku karena telah dibagi kelompok maka laporan
bacaan yang akan dilaporkan hanya pada bagian bab III tentang Prosa dan bab V
tentang Catatan untuk Pengajar. Laporan bacaan ini ditulis guna memenuhi tugas
I (satu) dari mata kuliah Sastra Terapan. Dosen pengampu mata kuliah Sastra Terapan
ini diampu oleh Prof. Dr. Hasanuddin WS, M.Hum dan Dr. Yeni Hayati, M.Hum.
B. LAPORAN BAGIAN BUKU
Laporan
bagian buku ini berisi tentang bagian-bagian buku secara rinci dengan
merangkum, mengklasifikasikan, dan menginterpertasikan dengan menggunakan
bahasa sendiri (sederhana) sehingga mudah dipahami. Bab III dengan judul bab
Prosa, pada bagian ini terdapat tiga subbab mengenai prosa. Pertama prosa:
struktur naratif, kedua unsur-unsur prosa: tokoh, latar, alur, struktur, dan
ketiga penceritaan/penuturan. Serta Bab V dengan judul Bab Catatan untuk
Pengajar, pada bagian ini terdapat empat subbab yang pertama catatan untuk
pengajar sastra, kedua catatan untuk pengajar puisi, ketiga catatan untuk
pengajar prosa, dan keempat catatan untuk pengajar drama.
a. Prosa
1. Judul Subbab 1: Prosa: Struktur Narasi
Subbab ini terdapat pada halaman 77-84. Pada subbab ini
disusun oleh Ida Sundari Husen, pengarang mengelompokkan prosa ke dalam bentuk
roman/novel, cerita pendek, dongeng, catatan harian, (oto)biografi, anekdot,
lelucon, roman dalam bentuk surat-menyurat (epistoler),
cerita fantastik maupun relistik. Prosa narasi bukanlah monopoli karya
sastra, melainkan juga ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya warta
berita.
2. Judul
Subbab 2: Unsur-Unsur Prosa: Tokoh, Latar, Alur
Subbab ini terdapat pada halaman
85-88. Pada bagian subbab ini pengarang memaparkan dengan jelas tentang tokoh,
latar, dan alur dalam karya sastra berupa prosa. Menurut defenisi penyusun
tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam
berbagai peristiwa di dalam cerita (Sudjiman dalam Budianta, 86:2003). Di
samping tokoh utama (protagonis) ada jenis tokoh lain yang terpenting adalah
tokoh lawan (antagonis) yakni tikoh yang diciptakan untuk mengimbangi tokoh
utama. Konflik di antara mereka itulah yang menjadi inti dan menggerakkan
cerita. Selain itu ada tokoh yang fungsinya hanya melengkapi disebut tokoh
bawahan.
Selain tokoh dalam suatu narasi juga
terdapat latar. Latar merupakan segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan
suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Deskripsi latar dapat bersifat
fisik, realistik, dokumenter, dapat pula deskripsi perasaan. Latar adalah
lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimi, metafora, atau ekspresi
tokohnya. Namun unsur yang juga sangat penting dalam karya sastra prosa adalah
peristiwa. Peristiwa yang membentuk kerangka cerita (alur utama). Rangkaian
peristiwa direka dan dijalin dengan seksama membentuk alur yang menggerakkan
jalannya cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian.
Peristiwa-peristiwa penting adalah
yang memiliki hubungan sebab-akibat (fungsi utama) dan membentuk kerangka
cerita. Contoh alur sederhana tanpa rumitan yang sekaligus juga alur utama dan
kronologis adalah yang dibuat berdasarkan kisah Bawang Putih dan Bawang Merah. Runtut peristiwa dalam cerita
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
-
Meninggalnya ibu Bawang
Putih.
-
Pernikahan ayah Bawang
Putih dengan janda beranak satu: ibu Bawang Merah.
-
Perlakuan jelek ibu
tiri terhadap Bawang Putih.
-
Hilangnya pakian yang
sedang dicuci Bawang Putih di sungai.
-
Pencarian pakaian yang
hilang dengan menyusuri sungai.
-
Pertemuan dengan nenek
gaib.
-
Pemberian labu oleh
nenek gaib kepada Bawang Putih.
-
Pembukaan labu yang
berisi intan permata di rumah Bawang Putih.
-
Kedengkian dan iri hati
Bawang Merah terhadap nasib baik saudara tirinya membawanya ke sungai.
-
Pembuangan pakaian yang
akan dicuci oleh Bawang Merah ke Sungai.
-
Pencarian pakaian oleh
Bawang Merah.
-
Pertemuan dengan nenek
gaib yang sama.
-
Permintaan Bawang merah
agar diberi hadiah.
-
Pemberian labu oleh
nenek gaib kepada Bawang Merah.
-
Pembukaan labu yang
ternyata berisi reptil yang berbahaya bagi Bawang Merah.
-
Kebahagian Bawang Putih
yang akhirnya menjadi kaya.
3. Judul
Subbab 3: Struktur Penceritaan/Penuturan
Subbab
ini terdapat pada halaman 89-92. Pada subbab ini pengarang menjelaskan tentang
konsep dan definisi tentang struktur penceritaan. Dalam kisahnya pencerita
sering menyebut diri “aku” atau “saya” (pencerita akuan). Pencerita akuan
adalah tokoh dalam ceritanya tetapi tidak selalu tokoh utama. Namun sering kali
dalam kisahnya pencerita mengacu pada tokoh-tokohnya dengan kata ganti orang
ketiga “dia” atau “ia” berarti pencerita
dia-an ada di luar cerita
(eksternal) dan dapat menjadi pencerita
mahatahu. Dalam menyampaikan kisahnya
pencerita selalu mengambil posisi dan bercerita menurut sudut pandang (point of view), jika ia “berada” dalam
cerita sebagai tokoh (pecerita akuan internal),
pandangannya terbatas pada apa yang dapat diketahui oleh seseorang tokoh.
Namun, jika ia berada di luar (penceritaan
dia-an, eksternal) ia dapat menjadi pencerita
mahatahu yakni pencerita yang mengetahui
maksud dan pikiran semua tokoh serta semua yang mereka lakukan. Semua tokoh
dipndang dari dalam (fokalisasi intern).
b. Catatan untuk Pengajar Sastra
1. Judul
Subbab 1: Catatan untuk Pengajar Sastra
Pada
subbab ini mahasiswa diajak untuk memahami tentang hakikat sastra. Konsep dan
definisi sastra memang beragam namun pada pembahasan ini mahasiswa diajak
mengeksplorasi apa itu sastra. Selain itu mahasiswa dibawa mampu membandingkan
ragam sastra dengan yang bukan sastra. Dengan demikian mahasiswa mampu memahami
dan memberi simpulan berbagai konsep sastra dan melaksanakan pembelajaran
sastra.
Para
kritikus maupun teoritikus banyak membicarakan tentang pengantar dan cara
mengapresiasi sastra tersebut. Namun ada satu teknik yang dapat dilakukan dalam
melaksanakan pembelajaran di kelas yaitu dengan membuat dua kolom untuk
membandingkan karya ilmiah dengan karya sastra dengan memperhatikan dan
membandingkan bahasa serta ragam bahasa yang digunakan dalam kedua karya tersebut.
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kegiatan menghapal definisi.
Mengharapkan pembelajaran pengalaman langsung dengan apa yang terjadi.
Berdasarkan
konsep yang telah dikemukakan penulis, hal ini memberikan gambaran bagaimana
melaksanakan pembelajaran sastra di kelas. Seorang pengajar tidak langsung
berbicara tentang konsep dan definisi apa itu sastra, tetapi langsung
menyodorkan karya sastra ke mahasiswa untuk dibaca dan dipahami. Hasil kegiatan
membaca dan memahami ini dapat memberikan pemahaman kepada mereka tentang apa
itu sastra secara tersendiri. Agar kegiatan pembelajaran tidak monoton pengajar
bisa membuat pembelajaran ini menjadi sebuah permainan yang terdiri dari dua
tahap. Tahap pertama adalah kegiatan yang menekankan pada proses memahami suatu
karya sastra. Kegiatan ini dilakukan dengan menekankan prinsip keabsahan yakni
menekankan pada penafsiran makna serta prinsip makna ganda (karya sastra
mengandung makna lebih dari satu kemungkinan makna). Tahap kedua membandingkan
pemahaman yang didapat dari karya sastra itu dengan menjelaskan akademis teks
ilmiah. Dari kedua kegiatan itu, mahasiswa mampu membuat konsep tentang apa itu
sastra dan bagaimana cara memahami sastra.
Pada
bagian subbab selanjutnya yaitu sastra: antara konvensi dan inovasi, mahasiswa
dituntut untuk memahami konvensi dan inovasi sastra itu sendiri. Penulis
memberikan pemahaman bahwa perbedaan antara sastra dan bukan sastra bersifat
relatif. Batasan-batasan mengenai sastra berhubungan dengan konvensi sastra. Di
mana jika konvensi tersebut berkembang maka dapat dikatakan sebagai inovasi
sastra. Selain itu hal ini dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa
bagaimana melaksanakan pembelajaran konvensi dan inovasi sastra.
Setelah
mahasiswa dapat membedakan atau mengkontraskan batasan-batasan yang jelas apa
itu sastra dan nonsastra. Pada pembelajaran ini pengajar dapat memberikan
pemahaman bahwa teks sastra tidak menunjukkan batasan-batasan yang tidak
bersifat kaku dan lugas. Pengajar mesti menyediakan teks-teks kesusastraan dan teks
sastra yang berasal dari negara-negara lain sebagai bahan penguatan. Dari
beberapa teks tersebut memungkinkan mahasiswa menjadi bingung karena banyak
unsur-unsur sastra yang digolongkan secara formal tidak dikatakan sebagai karya
sastra. Hal ini salah satu kesempatan kepada pengajar untuk masuk pada masalah
konvensi sastra. Pengajar juga mengarahkan bahwa contoh-contoh konvensi sastra
ini akan mengalami revisi dan inovasi sastra.
Masalah
seperti ini memberikan kesempatan kepada pengajar untuk memberikan pemahaman
yang bersifat penting. Pemahaman yang dimaksud pertama, posisi masalah tersebut
menunjukkan posisi yang ekstrem, di antara dua kutub tersebut terletak berbagai
macam teks yang memadukan kedua kutup tersebut. Kedua, pengajar dapat
menunjukkan bagaimana penggolongan sastra dan bukan sastra bersifat
konvensional, tergantung masyarakat, kesepakatan, dan waktu tertentu.
Selanjutnya
masih bagian dari subbab ini penulis memaparkan tentang fungsi sastra. Pada
bagian ini mahasiswa dituntut untuk memahami berbagai fungsi sastra dalam
masyarakat. Sebagai karya sastra yang bersifat imajinatif, diharapkan mampu
berfungsi sebagai penghibur, mengkritik, mendidik, dan sebagainya. Dengan
adanya pembahasan mengenai fungsi sastra, mahasiswa mampu memahami bagaimana
melakukkan pembalajaran fungsi sastra.
Mengenai
fungsi sastra, pengajar bisa menggunakan konsep yang dikemukakan Horatius delce et utile yang menekankan
pembelajaran fungsi karya sastra dalam masyarakat. Hal ini bertujuan untuk
mengajak mahasiswa melihat kegunaan karya sastra dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Puisi dapat dijadikan sebagai alat untuk memberikan pemahaman
kepada mahasiswa bahwa dengan berpuisi kita dapat menyatakan perasaan (rasa
marah, cinta, benci, dan sebagainya). Hal ini memberikan peran pengajar sebagai
fasilitator dalam pembelajaran dan menyampaikan kepada mahasiswa bahwa sastra
merupaka media komunikasi. Media komunikasi pasti melibatkan komunikatornya.
Hal ini pengajar mengarahkan mahasiswa bahwa pengarang sebagai pengirim pesan, karya
sastra sebagai pesan itu sendiri, dan pembaca sebagai penerima pesan. Selain
itu pengajar harus memberikan pengauatan bahwa fungsi karya sastra berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan zaman, sesuai kondisi dan kepentingan masyarakat
setempat.
Penjelasan
terakhir dari bagian subbab ini penulis memaparkan pembahasannya tentang
produksi dan reproduksi sastra. Pada bagian ini bertujuan agar mahasiswa mampu
memahami interaksi semua pihak yang terkait dengan proses penciptaan karya
sastra. Selain penciptaannya, mahasiswa juga dituntut memahami bagaimana
mereproduksi atau memperbanyak karya sastra. Adanya pemahaman ini memberikan
pemahaman kepada mahasiswa bagaimana mengajarkan sastra yang berhubungan dengan
produksi dan reproduksinya.
Penciptaan
dan penyebaran karya sastra dalam masyarakat tidak dapat dipisahkan dari
berbagai unsur pendukungnya. Masing-masing unsur penciptaan karya sastra
tersebut saling berkaitan, serta interaksi pelaku sastra dengan yang lainnya.
Sebagai bahan penguatan pengajar dapat memberikan contoh pengaruh responsi
pembaca terhadap penciptaan ulang teks sastra, perubahan edisi teks, kontribusi
penerbit dalam mengedit dan mengubah naskah. Hal tersebut cukup mampu
memberikan pemahaman kepada mahasiswa bagaimana hubungan antara pelaku sastra
dengan yang lainnya.
Proses
pembelajaran mengenai produksi dan reproduksi ini lebih beragam, pengajar dapat
membuat kegiatan yang dapat menunjang pembelajaran. Kegiatan yang dapat
dilakukan salah satunya adalah mengundang tamu pembicara atau mengatur pemutaran
video. Adanya kegiatan tersebut mampu memberikan kesan yang lebih menarik dalam
proses pembelajaran. Selanjutnya pemutaran video yang berhubungan tentang
produksi dan reproduksi karya sastra dapat menambah pemahaman dan pengetahuan
mahasiswa tentang hubungan antara pelaku-pelaku sastra dalam proses penciptaan
dan penyebaran karya sastra.
2. Judul
Subbab 2: Catatan untuk Pengajar Puisi
Bagian
pertama dari subbab ini membahas tentang puisi
itu apa? Bagian ini bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa
bagaimana cara melaksanakan pembelajaran puisi. Mahasiswa dituntut memahami
konsep mengenai puisi. Selain itu, mahasiswa mampu membedakan berbagai sarana
ekspresi puisi. Dimana sarana ekspresi puisi tidak hanya terdapat pada puisi
tetapi terdapat juga pada iklan, slogan, dan ungkapan cinta.
Pengajar
dapat memulai pembelajaran puisi dengan mengajak mahasiswa memahami
contoh-contoh puisi. Dengan adanya kegiatan tersebut, mahasiswa mampu menemukan
sendiri apa hakikat dari sebuah puisi dan unsur-unsur apa yang membangun puisi.
Bagian
kedua dari subbab ini mengenai Unsur-unsur
Membangun Puisi, bagian ini bertujuan memberikan pemahaman yang mendasar
mengenai sarana-sarana yang mampu membuat sebuah puisi bernilai ekspresi
puitis. Hal ini dapat dilihat dengan adanya bunyi, bentuk, dan citraan yang
digunakan. Dengan demikian, pemahaman mahasiswa mengenai pembelajaran puisi
dapat dikuasai dengan baik.
Seorang
pengajar dapat memulai pembelajaran mengenai unsur-unsur pembangun puisi dengan
memberikan contoh atau ilustrasi-ilustrasi yang banyak. Hal ini bertujuan
memberikan pemahaman kepada mahasiswa bagaimana dan unsur-unsur apa yang dapat
membangun kepuitisan dari sebuah puisi. Mahasiswa dituntut mencari atau
mengidentifikasi unsur-unsur yang membangun sebuah puisi. Unsur-unsur yang
dimaksud berupa penggunaan gaya bahasa, citraan, rima, dan yang lainnya yang
ada pada contoh-contoh puisi yang telah diberikan penulis dalam tulisan
mengenai puisi sebelumnya. Kegiatan ini akan lebih terarah jika mahasiswa
dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok diminta untuk memberi
tanda dan melakukan analisis terhadap apa yang ditemuinya dalam contoh puisi.
Agar lebih terarah lagi pengajar dapat melakukan kegiatan belajar berdasarkan
kegiatan-kegiatan berikut:
-
Mahasiswa dibagi
menjadi beberapa kelompok dan pengajar bisa memberikan contoh puisi. Mahasiswa
diminta untuk bersama-sama menganalisis dan memberi tanda atau simbol dari
contoh puisi yang ada. Pemberian tanda yang dimaksud adalah mengidentifikasi
unsur-unsur pembangun sebuah puisi yakni gaya bahasa, rima, bait, larik, dan
citraan yang terdapat dalam contoh puisi. Selanjutnya, mahasiswa dapat
melakukan diskusi mengenai temuan mereka terhadap unsur-unsur pembangun sebuah
puisi. Dengan adanya hal ini mahasiswa mampu memahami unsur-unsur pembangun
puisi secara keseluruhan. Tugas pengajar dalam hal ini mengarahkan, mengkuhkan,
dan memperkuat argumen tentang unsur-unsur yang membangun kepuitisan puisi.
-
Setelah kegiatan
pertama dilakukan diharapkan mahasiswa telah mampu memahami unsur-unsur
pembangun sebuah puisi. Pengajar dapat memberikan tugas atau latihan kepada
mahasiswa tentang membuat sebuah rangkuman terhadap contoh puisi yang
diidentifikasi dan bagaimana unsur-unsur tersebut berfungsi dalam membangun
kepuitisan dalam sebuah puisi.
Pada
pembelajaran ini mahasiswa diminta memberikan dan menganalisis teknik apa yang
digunakan pengarang dalam contoh puisi yang telah diberikan dan efek apa yang
ditimbulkan dari unsur tersebut. Pengajar dalam hal ini dapat menjadi pemandu
dan penengah terhadap masalah-masalah yang terjadi. Maksudnya pengajar
memberikan pemahaman terhadap mahasiswa yang mengalami perbedaan pendapat.
Dengan demikian pembelajaran tentang unsur-unsur pembangun dari sebuah puisi
dapat terlaksana dengan baik. Mahasiswa justru lebih mudah memahami bagaimana
unsur-unsur pembangun dalam puisi karena pengajar langsung melaksanakan
pembelajaran pada rencana yang hendak dicapai.
Bagian
ketiga dari subbab ini mengenai Aneka
Ragam Puisi penulis menjelaskan bahwa bagian ini bertujuan memberikan
pemahaman kepada mahasiswa tentang ragam puisi. Ragam puisi dapat dikelompokkan
berdasarkan ungkapan, bentu dapat dikelompokkan berdasarkan ungkapan, bentuk,
dan isi. Adanya hal ini mampu memberikan pencerahan dan pemahaman kepada
mahasiswa bagaimana melaksanakan pembelajaran mengenai ragam puisi.
Setelah
mahasiswa mengetahui dan memahami apa itu puisi? Unsur-unsur apa saja yang ada
dalam puisi? Pengajar dalam hal ini dapat memulai pembelajaran tentang aneka
ragam puisi dengan cara memberikan pemahaman terhadap mahasiswa. Pemahaman yang
dimaksud adalah memberikan penjelasan bahwa pengkategorian atau pengelompokkan
ragam puisi saat ini masih tumpang-tindih. Setelah mahasiswa memahami tentang
hal itu, pengajar dapat memberikan contoh aneka ragam puisi. Tidak semua ragam
puisi dari zaman dahulu hingga sekarang disampaikan disini namun, hanya
beberapa contoh yang dianggap penting. Setelah mahasiswa merasa memahami
bagaimana pengkategorian ragam puisi, pengajar dapat melakukan pengecekan
kembali. Pengevaluasian yang dimaksud dengan memberikan latihan atau penugasan
kepada mahasiswa. Agar pembelajaran ini dapat berjalan dengan baik, pengajar
dapat melakukan kegiatan penugasan sebagai berikut.
-
Sebagai kegiatan
pendinginan (coolingdown) mahasiswa
ditugaskan suatu telaah terhadap unsur-unsur puitis dan aneka ragam puisi
terhadap beberapa contoh puisi. Jika waktu yang tersedia dalam kegiatan ini
tidak memungkinkan pengajar dapat meminta mahasiswa melanjutkannya di rumah.
Hal ini bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan penelaahan dan pengkategorian
puisi dengan baik.
-
Pengajar dapat meminta
mahasiswa untuk mengumpulkan secara kolektifdan memilih hasil produk tersebut
dengan baik. Setelah itu mahasiswa diminta menyerahkan keberbagai perpustakaan.
Adanya kegiatan tersebut diharapkan mahasiswa dapat memahami berbagai
penelaahan dan pengkategorian puisi. Dengan demikia pembelajaran mengenai aneka
ragam puisi dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
3. Judul
Subbab 3: Catatan untuk Pengajar Prosa
Pertama
subbab ini membahas tentang Prosa:
Struktur Narasi, dalam bagian ini penulis membahas mengenai bagaimana
struktur sebuah narasi. Adanya pembahasan ini memberikan wawasan mengenai
struktur narasi, selain itu mahasiswa mampu membandingan struktur narasi dengan
struktur yang bukan narasi. Adanya hal ini memberikan pemahaman juga kepada
mahasiswa bagaimana melaksanakan pembelajaran struktur narasi agar lebih
menarik.
Mengenai
pembelajaran struktur narasi pengajar dapat memulai pembelajaran dengan
melakukan pembahasan mengenai perbedaan narasi dengan puisi. Hal tersebut
bertujuan untuk memantapkan pemahaman mahasiswa mengenai perbedaan kedua genre
sastra tersebut. Dengan adanya kegiatan ini mahasiswa mampu membedakan dan
mengidentifikasi ciri dari kedua genre tersebut. Narasi mencakup keseluruh
bentuk karya sastra yang tidak menggunakan dialog. Maksudnya narasi tidak
dominan menggunakan dialog dalam penciptaannya. Bentuk-bentuk narasi bisa
berupa cerita pendek, dongeng, catatan harian, anekdot, biografi, dan
sebagainya. Namun, narasi juga dapat termuat dalam tulisan nonsastra seperti
surat kabar, laporan, dan berita acara. Jika kegiatan tersebut telah berhasil
pengajar dapat memberikan contoh narasi kepada mahasiswa. Membimbing mahasiswa
untuk menemukan unsur-unsur penting dan tidak penting yang membangun kisahan.
Hal tersebut dilakukan agar mahasiswa memahami bagaimana struktur sebuah
narasi. Agar pembelajaran ini agar lebih terarah pengajar dapat melakukan
kegiatan berikut.
-
Kegiatan pertama,
pengajar membagi mahasiswa dalam beberapa kelompok. Kegiatan selanjutnya
memberikan contoh narasi yang akan dianalisis. Usahakan dalam kelompok tersebut
semua mahasiswa ikut terlibat, artinya tidak ada mahasiswa yang pasif. Pada
saat mempresentasikannya usahakan semua mahasiswa turut berpartisipasi dalam
kegiatan diskusi.
-
Kegiatan selanjutnya,
tunjuk satu kelompok mahasiswa untuk membuat ringkasan dari pengidentifikasian
hal-hal yang penting. Mahasiswa yang lain diminta untuk menentukan unsur-unsur
yang lain juga seperti apa, siapa,
mengapa, bagaimana, di mana, kapan, dan peristiwa-peristiwa yang menentukan
jalannya cerita.
-
Kelompok yang membuat
ringkasan diminta untuk tampil ke depan mempresentasikan hasil ringkasannya. Di
sini mahasiswa lain bertugas untuk memberikan komentar terhadap apa yang
dipresentasikan tersebut. Pengajar dalam hal ini bertugas untuk memberikan
penguatan atau penyelesaian jika terjadi perbedaan pendapat.
-
Seorang pengajar harus
mampu menyiapkan contoh-contoh narasi yang lainnya. Hal ini dilakukan agar
menambah rujukan dan referensi lainnya. Dengan demikian mahasiswa dapat
memahami bagaimana struktur sebuah narasi.
-
Kegiatan terakhir,
mahasiswa dapat ditugaskan membuat daftar istilah mengenai hal-hal yang
dianggap penting dari pembahasan yang telah dilakukan. Hal ini bertujuan
menambah pengetahuan mahasiswa terhadap struktur narasi.
Bagian
kedua dari subbab ini membahas tentang Unsur-unsur
Prosa: Tokoh, Alur, Latar. Mengenai unsur-unsur prosa mahasiswa banyak yang
belum mampu menguasai hal ini secara mendalam. Pembahasan ini memberikan
pemahaman kepada mahasiswa mengenai unsur-unsur pembangun prosa secara
mendalam. Selain itu juga pada bagian ini dipaparkan bagaimana cara
melaksanakan pembelajaran mengenai struktur prosa.
Sebelum
melakukan pembelajaran mengenai unsur-unsur prosa, pengajar seharusnya
memberikan beberapa contoh prosa narasi. Kemudian mahasiswa diminta untuk
menentukan unsur-unsur apa yang ada dalam cerita tersebut. Setelah mahasiswa
menentukan unsur-unsurnya seperti tokoh, tema, penokohan, latar, alur, dan
amanat. Pengajar dapat memberikan atau memasukkan konsep mengenai unsur-unsur
yang ditemukan mahasiswa. Agar mahasiswa lebih memahami apa yang dimaksud
dengan tema, tokoh, penokohan, latar, alur, dan amanat dari prosa naratif.
Pembelajaran mengenai unsur-unsur prosa ini akan lebih terarah dapat melakukan
kegiatan-kegiatan berikut.
-
Pengajar dapat membagi
mahasiswa dalam beberapa kelompok dan memintanya untuk menentukan unsur-unsur
yang terdapat dalam prosa. Tentunya sebelum itu telah diberikan kepada
mahasiswa contoh prosa narasi.
-
Setiap kelompok diminta
untuk mendiskusikan serta mempresentasikan temuannya dan melakukan kegiatan
tanya jawab yang sifatnya menambah pengetahuan mahasiswa. Dalam hal ini
pengajar dapat melakukan pengawasan dan sebagai penengah jika terjadi perbedaan
pendapat.
-
Hasil temuan dan
pembahasan ditulis di papan tulis. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan
pemahaman yang jelas terhadap unsur-unsur yang membangun prosa naratif.
-
Struktur yang telah
dibahas bertujuan untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang
serangkaian peristiwa yang terjadi pada contoh prosa naratif. Selain itu
mahasiswa yang lain juga dapat membandingkan temuan mereka tentang alur. Hal
tersebut diharapkan dapat menambah dan memperkaya pengetahuan mahasiswa
terhadap struktur alur prosa naratif.
Bagian
ketiga dari subbab ini penulis menjelaskan tentang Struktur Penceritaan/Penuturan. Bagian ini bertujuan mahasiswa
diharapkan memahami aspek tuturan dan penuturan, terutama masalah teknik sudut pandang dan
peristiwa-peristiwa dalam dunia fiksi tidak dikemukakan sebagaimana adanya
tetapi menurut sudut pandang tertentu atau dikemukakan dengan cara tertentu.
Mengenai
struktur penceritaan/penuturan pengajar dapat memulai pembelajaran dengan
memberikan pemahaman atau konsep penceritaan/penuturan. Hal tersebut dilakukan
untuk memberikan gambaran kepada mahasiswa tentang pengarang atau penulis dengan
pencerita atau juru kisah. Pengajar dapat menggunakan contoh kasus yang terjadi
pada Prof. Dr. Hayati Soebadio guru besar Fakultas Sastra, pengarang Orang yang Hidup ia bernama Hayati yang
banyak menulis fantasi, tetapi ia bukan penutur atau pencerita kisahnya. Dengan
adanya contoh tersebut mahasiswa mampu membuat konsep tentang perbedaan penulis
atau pengarang dengan pencerita atau juru kisah. Dengan adanya hal tersebut,
pembelajaran penceritaan atau penuturan dapat berjalan dengan baik sesuai tujuan
pembelajaran. Namun pengajar juga dapat melakukan kegiatan berikut, hal ini
dilakukan untuk membuat pembelajaran lebih menarik. Kegiatan-kegian yang
dimaksud sebagai berikut.
-
Pengajar dapat
menugaskan mahasiswa membuat laporan dari sebuah prosa, misalnya Robohnya Surau Kami karya A. A. Navis.
Mahasiswa diminta untuk menentukan Siapa
yang bercerita? Bagaimana sudut pandangnya? Apakah ada kesamaan gagasan yang
diungkapkan tokoh lain dengan sudut pandang yang berbeda? Dengan adanya hal
tersebut, mahasiswa mampu membedakan penceritaan dengan penuturan.
-
Kegitan selanjutnya,
mahasiswa dibentuk dalam beberapa kelompok dan ditugaskan membuat cerita yang
sama-sama mereka ketahui dalam kelompok dengan memperhatikan teknik penceritaan,
yakni pencerita akuan (yang bercerita) penceritaan diaan (salah seorang
mahasiswa sebagai pengarang) atau sudut pandang maha tahu, sama tahu, dan
kurang tahu.
-
Kegiatan selanjutnya
setiap kelompok membacakan hasil diskusi masing-masing. Hal tersebut bertujuan
memberikan pemahaman dan menambah perbendaharaan pengetahuan mereka terhadap
struktur penceritaan atau penuturan. Dengan demikian, pembelajaran struktur
penceritaan atau penuturan dapat berjalan sesuai dengan tujuan pembelajara yang
diharapkan.
4. Judul
Subbab 4: Catatan untuk Pengajar Drama
Bagian
pertama dari isi subbab ini pengarang membahas tentang Hakikat Drama, bagian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan
bagaimana cara melaksanakan pembelajaran drama. Selain itu mahasiswa mampu
membandingkan dan membuat konsep yang jelas tentang drama. Serta mampu
membedakan mana yang dikatakan drama dan mana tidak dapat dikatakan drama.
Mengenai
konsep drama dan teater banyak pandangan dan perbedaan persepsi. Hal ini
menjadi masalah bagi pengajar dalam melaksanakan pembelajaran, pengajar dapat
mengajak mahasiswa memberikan komentar tentang kedua konsep tersebut. Jika hal
ini telah dilakukan maka pembelajaran drama akan berjalan dengan lancar.
Mahasiswa diminta untuk mengutarakan komentar dan pendapatnya mengenai kedua
konsep ini, sehingga pengajar hanya sebagai pemantau dan meluruskan
permasalahan yang sedang dibicarakan. Dengan demikian mahasiswa akan segera
langsung memahami hakikat drama, yakni tentang perbedaan drama dan teater.
Selain itu pengajar dapat memberikan contoh drama dan teater serta pengajar
juga perlu mencari beberapa contoh karya drama yang telah dipentaskan dan yang
belum dipentaskan. Hal ini bertujuan untuk menambah pemahaman mahasiswa. Agar
pembelajaran ini berjalan dengn baik, serta tidak monoton maka pengajar dapat
melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
-
Berikan dua contoh
drama yang dianggap mampu membuat pemahaman mahasiswa bertambah mengenai
hakikat drama. Ajaklah mahasiswa membacanya bersama-sama naskah drama yang
diberikan secara teliti dan berulang-ulang. Minta mahasiswa menganalisis naskah
drama yang diberikan. Selanjutnya, ajaklah mahasiswa berdiskusi dan berkomentar
terhadap hasil analisis yang mereka temukan.
-
Berikan kesempatan
kepada mahasiswa yang pernah ikut terlibat dalam pementasan drama. Hal tersebut
bertujuan untuk membagi pengalaman kepada mahasiswa yang tidak pernah terlibat
dalam pementasan drama. Selain mampu meransang pemahaman mahasiswa juga dapat
memotivasi mahasiswa agar mau terlibat dalam pementasan drama.
-
Ajak mahasiswa
mengingat-ingat siaran TV atau film FTV yang pernah mereka tonton. Ajaklah
mereka menganalisisnya. Dramatisasi apa
yang ditayangkan? Wajar atau tidaknya cara bermainnya? Masuk akalkah akting
atau tindakan para pemainnya? Mengapa sesuatu menjadi wajar atau tidak wajar?
Mengapa sebuah tindakan atau akting dalam sinetron sangat menyebalkan?
-
Agar mahasiswa dapat
mengaplikasikan pemahaman yang mereka peroleh, ajaklah menulis naskah drama.
Tugaskan mahasiswa menampilkan atau mementaskan naskah drama yang telah mereka
buat. Mintalah kepada mereka untuk menganalisis pementasan dan naskah yang
telah dibuat secara bersama-sama. Dengan demikian pemahaman mahasiswa mengenai
drama dan pementasannya dapat tersalurkan dengan baik.
Pembahasan
kedua dari subbab ini penulis membahas mengenai Karakteristik, Elemen Drama, dan Sarana Dramatik. Bagian ini
bertujuan memberikan pemahaman kepada mahasiswa mengenai karakteristik drama.
Selain itu juga mahasiswa mampu membandingkan berbagai contoh drama yang sesuai
dengan karakteristik dari sebuah drama. Selanjutnya mahasiswa juga mampu
memahami berbagai sarana dramatis dari drama. Begitu juga dengan proses
penerapannya dalam melaksanakan pembelajaran drama.
Untuk
menguji apakah pemahaman mahasiswa tentang drama telah baik. Maka pengajar
dapat membuat sebuah kuis tentang cuplikan-cuplikan drama. Setelah kegiatan ini
berlangsung, untuk masuk pada pemahaman tentang karakteristik drama dan sarana
dramatik pengajar dan mahasiswa dapat mengingat-ingat kembali pembelajaran
mengenai struktur prosa. Hal ini bertujuan antara elemen drama dan prosa ada
perbedaan, agar mahasiswa dapat membandingkan struktur elemen drama dan prosa.
Begitu juga dengan elemen alur, pengajar juga dapat membandingkannya dengan
alur yang ada pada prosa. Namun harus diingatkan bahwa naskah drama itu untuk
dipentaskan. Mengenai sarana dramatik pengajar dapat memberikan pemahaman
kepada mahasiswa mengenai monolog,
sililokui, dan sampingan. Namun agar pemehaman ini lebih terarah dan
menarik, maka pengajar dapat melakukan kegiatan-kegiatan berikut.
-
Pengajar dapat
memberikan contoh drama yang tersedia dan contoh lain dari drama. Mahasiswa
diminta untuk mendiskusikan manfaat atau peran stagedirection atau penunjuk pemanggungan sebagai penambah
konkritisasi peran atau pendukung dari drama yang dipentaskan. Dengan demikian,
mahasiswa mampu memahami berbagai sarana dramatik dari sebuah drama.
-
Pengar dapat
mengingat-ingatkan kembali mengenai konvensi dan inovasi sastra. Dari contoh
drama yang ada maka mintalah mahasiswa mahasiswa untuk menganalisis
kecenderungan mengenai tema dan kesan stilistik dari sarana dramatik drama. Hal
ini bertujuan untuk menambah pemahaman mahasiswa mengenai konvensi dan inovasi
sastra terutama pada drama.
-
Mintalah mahasiswa
menganalisis alur dan pengaluran, serta tokoh dan penokohan dari beberapa
contoh drama yang telah diberikan. Hal ini bertujuan untuk mencari hal apa yang
dominan diceritakan dari naskah yang telah diberikan. Kegiatan ini dapat juga
dilakukan dengan tanya jawab antara mahasiswa dengan pengajar. Dengan adanya
kegiatan-kegiatan ini mahasiswa mampu memahami karakteristik elemen drama
dan sarana dramatiknya.
-
Dari beberapa contoh
drama yang telah diberikan. Mintalah mahasiswa menentukan dan mengidentifikasi
sarana dramatik drama. Monolog, solilokui atau sampingan. Mintalah mahasiswa
menganalisisnya, kemudian tugaskan juga mahasiswa menganalisis kecenderungan
sarana dramatik yang digunakan dan kenapa sarana dramatik itu yang digunakan.
Bagian
ketiga dari subbab ini pengarang menjelaskan mengenai Pengkategorian Drama. Bagian ini bertujuan memberikan kepada
mahasiswa mengenai pengkategorian drama. Dengan adanya hal ini mahasiswa dapat
mengelompokkan berbagai contoh drama yang mereka temukan. Selain itu mahasiswa
diberikan penugasan tentang bagaimana cara melaksanakan melaksanakan
pembelajaran mengenai pengategorian drama.
Pengajar
dalam melaksanakan pembelajaran dalam pengketegorian drama dapat memulainya
dengan memberikan pemahaman kepada mahasiswa. Selanjutnya ajaklah mahasiswa
mengingat-ingat tentang macam-macam drama. Dengan adanya kegiatan tersebut
mahasiswa dapat memahami bagaimana pengkategorian dari drama. Pengajar dapat
memberikan pemhaman kembali bahwa secara umum mengenai pengkategorian drama
tersebut ada lima.pengkategorian yang dimaksud ialah tragedi, komedi, tragedi komedi, melodrama, dan farce. Selanjutnya
mengenai hal ini pengajar dapat menampilkan contoh-contoh dari pengkategorian
drama. Hal tersebut dilakukan karena selain mampu menambah pemahaman mahasiswa
juga mampu membedakan kelima kategori drama, untuk lebih terarah pembelajaran
ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
-
Mintalah mahasiswa
membawa atau mencari berbagai macam naskah drama. Tugaskan mahasiswa tersebut
menganalisis dan memengkategorikannya. Ajaklah mahasiswa mendiskusikan pola
sajian dan kecenderungan tematik dari karya drama yang mereka dapatkan. Setelah
menganalisis dan mengelompokkan berbagai contoh drama, mintalah mahasiswa
memberikan alasan dan argumen mengenai pengkategorian drama yang dimaksudkan.
Mintalah mahasiswa menyampaikan simpulannya mengenai hal tersebut.
-
Jika memungkinkan
rancanglah drama sesuai fragmen dari naskah drama yang dirancang mahasiswa.
Berilah penilaian kepada mahasiswa mengenai pemahaman mereka terhadap tokoh,
alur cerita, petunjuk pemanggungan, dan unsur-unsur lainnya. Dengan demikian
pembelajaran pengkategorian pembelajaran drama dapat berjalan sesuai dengan
tujuan pembelajaran.
C. KOMENTAR TENTANG ISI BUKU
Buku
karangan Melani Budianta, dkk ini sangat tepat dibaca oleh mahasiswa
pascasarjana sebab buku ini membahas serta memaparkan definisi dan konsep yang
bisa dijadikan sebagai bahan rujuakan atau referensi oleh dosen atau calon
dosen dalam proses pembelajaran sastra pada tingkat sekolah tinggi. Berdasarkan
pembahasan atau isi yang dikemukakan buku Melani Budianta, dkk (2003) yang
terdiri dari lima bab dan dilengkapi dengan beberapa subbab. Pada bab pertama
dibahas tentang hakikat sastra: konsep sastra, sastra antara konvensi dan
inovasi, fungsi sastra, serta produksi dan reproduksi sastra. Bab kedua
membahas tentang puisi, unsur-unsur pembangun puisi, dan aneka ragam puisi. Bab
ketiga membahas tentang prosa: struktur narasi, unsur-unsur prosa, dan struktur
penceritaan/penuturan. Bab keempat membahas tentang drama: hakikat drama,
karakteristik, elemen-elemen, dan sarana dramatik, serta pengkategorian drama.
Bab kelima membahas tentang catatan untuk pengajar: sastra, puisi, prosa,dan
drama.
Komentar
penulis tetang isi bacaan buku yang dilaporkan. Pada bagian ini pelapor
menggunakan buku sumber lain sebagai rujukan untuk membandingkan pembahasan bab
ketiga dari buku yang ditulis oleh Melani Budianta, dkk (2003) yaitu tentang
prosa. Pada bagian bab ketiga membahas tentang prosa, prosa: struktur narasi,
unsur-unsur prosa: tokoh, latar, alur, dan struktur penceritaan/penuturan.
Pembahasan prosa secara umum bertujuan memberikan pemahaman dasar kepada
pembaca untuk memahami berbagai konsep tentang prosa secara keseluruhan.
Lain
halnya dengan buku pembanding pertama yang ditulis oleh Ida Rochani Adi yang
berjudul Fiksi Populer: Teori dan Metode
Kajian cetakan pertama pada bulan Juli tahun 2011 yang diterbitkan oleh
pustaka pelajar di kota Yogyakarta. Buku tersebut terdiri dari delapan bab dan
mempunyai beberapa subbab setiap babnya. Pembahasan yang dikemukakan di dalam
buku tersebut secara umum masih mempunyai kesamaan mengenai konsep dan
pembahasannya tentang prosa dalam buku Melani Budianta yang dilaporkan di atas.
Pembahasan tentang prosa dalam buku tersebut terdapat pada bab ketiga yang
berjudul Memahami Novel dan Film Naratif
Populer di mana subbab dari bab tersebut membahas tentang proses produksi
novel populer, fiksi populer dan unsur ceritanya, film naratif, dan gaya
bahasa.
Sub
bab yang membahas struktur naratif dalam novel populer dalam buku Ida Rochani
Adi yang terdapat pada halaman 36 mengungkapkan tentang struktur naratif.
Sedangkan di dalam buku yang dilaporkan struktur narasi tidak begitu jelas
diungkapkan, pada buku pebanding struktur narasi atau struktur naratif istilah
yang dipakai penulis diungkapkan dengan jelas maksud dari struktur naratif itu
sendiri. Struktur naratif itu merupakan istilah yang digunakan dalam fiksi populer,
tetapi struktur naratif secara tradisional sering mengacu pada novel tinggi
atau adiluhung yang biasa disebut dengan plot atau alur. Plot diketahui melalui
jalan cerita, namun jalan cerita belum tentu mengandung plot jika jalan cerita
tidak digerakkan oleh konflik dan konflik inilah yang merupakan inti dari plot.
Pada
buku pembanding dalam membahas struktur naratif dalam prosa lebih mendalamkan
bahasannya tentang plot dalam karya sastra, bahkan ditegaskan bahwa plot
merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah karya sastra. Pada buku yang
dilaporkan pembahasan tentang struktur naratif ini sepertinya harus dipahami
oleh si pembaca sendiri karena kurangnya informasi yang memadai mengenai
struktur naratif ini, sebab hanya dibahas menggunakan ilustrasi melalui contoh
cerpen Robohnya Surau Kami.
Dalam
subbab selanjutnya membahas tetang tema dalam novel populer, penokohan dalam
novel populer, latar atau setting, dan
suasana. Cara pegungkapannya pun sangan
jauh berbeda dengan buku yang dilaporkan. Pada subbab unsur-unsur prosa: tokoh,
latar, alur dalam buku yang dilaporkan penjelasannya tidak begitu mendalam
hanya sekedar konsep yang harus diketahui oleh pembaca. Sedangkan pada buku
pembanding unsur-unsur prosa ini dibahas secara mendalam satu persatu serta lebih
lengkap pembahasannya dengan membahas tema serta suasana dalam karya naratif
terutama karya sastra berupa prosa. Intinya pada buku yang dilaporkan
penjelasannya kurang lengkap dan hanya menjelaskan garis-garis besar secara
keseluruhan, sedangkan pada buku pembanding penjelasannya lebih lengkap.
Buku pembanding
kedua yang ditulis oleh Drs. Muhardi, M.S. dan Drs. Hasanuddin WS berjudul Prosedur Analisis Fiksi yang dicetak
oleh Bintang Jaya Offset serta diterbitkan oleh IKIP Padang Press pada tahun
1992 di kota Padang. Buku ini terdiri atas beberapa bagian, diantaranyakata
pengantar, daftar isi, bagian buku terdiri atas lima bab, dan daftar pustaka.
Buku Prosedur Analisis Fiksi ini
merupakan buku perdana yang diterbitkan oleh IKIP Press. Buku ini memaparkan
prosedur konseptual yang diringi dengan tahapan kerja sistematis dalam
menganalisis karya sastra terutama karya fiksi. Pada buku ini dijelaskan cara menganalisis cerpen, sehingga sangat
berguna bagi mahasiswa sastra maupun pengajar sastra.
Bab pertama pada
buku pembanding ini menjelaskan tentang Hakikat
Fiksi, yang terdiri dari empat
subbab yaitu, pengertian fiksi, genre fiksi, fungsi fiksi, dan otonomi fiksi. Bab kedua
membahas tentang Unsur-unsur Fiksi, yang terdiri dari enam subbab yaitu, penokohan,
peristiwa dan alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, serta tema dan amanat. Bab ketiga membahas tentang Pendekatan Objektif dalam Analisis Fiksi, yang terdiri atas empat subbab yaitu, pendekatan
analisis fiksi, pendekatan objektif, prinsip umum pendekatan objektif, dan
prinsip terapan pendekatan objektif.
Bab keempat membahas tentang Pentahapan
Kerja Pendekatan Objektif Melalui Jalur Alur, yang terdiri dari enam subbab, yaitu inventarisasi
satuan peristiwa, identifikasi satuan peristiwa, interpretai permasalahan,
pembuktian permasalahan, penyimpulan permasalahan, dan pelaporan hasil analisis. Bab kelima
membahas Sikap dan Perlakuan
Masyarakat Terhadap Orang Gila, yang
terdiri dari enam
subbab, yaitu latar belakang masalah, permasalahan
utama, permasalahan sampingan, jalan keluar masalah, efek samping permasalahan,
dan kesimpulan. Referensi yang digunakan pengarang dalam menulis buku ini
terdiri dari 36 buah buku referensi.
Jika
dibandingkan dengan buku yang dilaporkan dari segi unsur hakekat prosa atau
fiksi Membaca Sastra pada hal. 77
dijelaskan bahwa prosa narasi merupakan semua teks/karya rekaan yang tidak
berbentuk dialog, yang isinya dapat merupakan kisah sejarah atau sederetan
peristiwa sedangkan pada buku Prosedur
Analisi Fiksi juga tidak menjelaskan hakikat prosa, tapi hanya dijelaskan
hakikat fiksi, yaitu rekaan, hayalan atau pikiran semata. Genre prosa atau
fiksi pada buku yang dilaporkan menjelakan tentang yang termasuk prosa narasi adalah
roman/novel, cerita pendek, dongeng, catatan harian, (oto)biografi, anekdot,
lelucon, roman dalam bentuk surat menyurat (epistoler), cerita fantastik
maupun realistik. Sedangkan pada buku pembanding pada hal. 8 dijelaskan bahwa
fiksi mengandalkan kekuatan imajinasi. Genre sastra lainnya seperti cerpen,
roman, novel, cerbung, dan drama. Dilihat dari hakekatnya karya sastra hanya
terdiri dari cerpen, novel, dan drama.
Dari unsur
intrinsik prosa atau fiksi buku buku yang dilaporkan pada halalaman 85 dijelaskan
unsur-unsur prosa, yaitu tokoh, latar, alur. Sedangkan pada buku pembanding ini
pada halaman 20 buku ini dijelaskan
unsur intrinsik fiksi yang terbagi atas dua, yaitu unsur utama dan unsur
penunjang. Unsur utama yaitu tema dan amanat, permasalahan-permasalahan,
penokohan, latar, dan alur. Unsur penunjang, antara lain sudut pandang, bahasa,
dan agama. Selanjutnya dari unsur ekstrinsik prosa buku yang dilaporkan tidak
dijelaskan secara eksplisit tentang unsur ekstrinsik prosa. Sedangkan buku pembanding pada halaman 20 dijelaskan
unsur ekstrinsik fiksi utama adalah pengarang, pengaruh luar lainnya yang
mempengaruhi unsur penciptaan misalnya, sensivitas atau kepekaan pengarang,
pandangan hidup pengarang, dan realitas objektif yang meliputi norma-norma, ideologi,
tata nilai, konvensi budaya, dan konvensi budaya.
Buku
pembanding ketiga yang ditulis Drs. Burhan Nurgiyantoro, M.Pd. berjudul Teori Pengkajian Fiksi cetakan pertama
pada tahun 1995 diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press di kota
Yogyakarka juga membahas pembahasan yang sama dengan buku yang dilaporkan.
Bedanya pada buku pembanding yang kedua ini pembahasan tentang struktur narasi
karya prosa memang masih samar bagi pembaca. Akan tetapi dalam membahas masalah
unsur-unsur pembangun sebuah novel atau karya prosa dalam bab pertama sudah
bisa ditemukan secara lengkap dan jelas dalam halaman 11 di sana dijelaskan
secara umum bahwa unsur-unsur pembangun sebuah novel itu ialah plot, tema,
penokohan, dan latar.
Buku ini terdiri
dari sepuluh bab, bab pertama dan kedua membahas tentang karya fiksi secara
umum. Pada bab ketiga sampai bab kesembilan membahas tentang unsur-unsur prosa
secara lengkap dan mendalam antara lain bab ketiga membahas tentang tema, bab
keempat membahas tentang cerita, bab kelima membahas tentang pemplotan, bab
keenam membahas tentang penokohan, bab ketujuh membahas tentang pelataran, bab
kedelapan membahas tentang penyudutpandangan, dan bab kesembilan membahas
tentang bahasa.
Dibandingkan
dengan buku yang dilaporkan serta buku pembanding yang pertama dalam mengungkap
hal unsur-unsur prosa buku ini lebih lengkap lagi sebab pebahasannya diungkapan
perbab dari setiap unsur-unsur yang terdapat dalam karya sastra terutama karya
fiksi. Kekuranggannya hanya saja buku ini sudah terlalu tua untuk dijadikan
rujukan kalau pun ada cetakan terbaru isinya tidak jauh berbeda, akan tetapi
adanya buku-buku yang membahas pembahasan yang sama sedikit banyaknya juga akan
berpijak pada teori yang dibahas buku pembanding yang kedua ini. Ilmu itu terus
berkembang maka teori dari buku Burhan Nurgiyantoro (1995) ini ada juga yang
mungkin teori yang telah diganti atau tidak dipakai lagi di masa sekarang.
Adapun dari
ketiga buku yang dilaporkan ini, secara umum buku yang dilaporkan ini memiliki
beberapa manfaat. Pertama, bagi
peneliti sendiri bisa menambah ilmu pengetahuan dan wawasan terhadap sastra,
terutama pengetahuan tentang fiksi. Kedua,
sebagai pedoman bagi guru-guru, dosen
sebagai bahan pengajaran sastra.
Ketiga, bermanfaat bagi mahasiswa
yang akan mengambil mata kuliah sastra dan bagi mahasiswa yang akan melakukan
penelitian tentang sastra.
Kesimpulan penulis
setelah membaca dan membandingkan buku yang dilaporkan, yaitu Membaca
Sastra oleh Melani Budianta dkk., Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajiano oleh Ida Rochani Adi., dan Prosedur Analisis Fiksi oleh Muhardi, M.S. dan
Hasanuddin WS, dan
Teori Pengkajian Fiksi oleh Burhan
Nurgiyantoro adalah baik dijadikan sebagai referensi untuk menambah wawasan.
Masing-masing buku memiliki kelebihan masing-masing.
D. PENUTUP
Buku
Membaca Sastra: Pengantar Memahami Sastra
untuk Perguruan Tinggi yang ditulis Melani Budianta, dkk ini sangat bagus
dibaca oleh kalangan guru dan mahasiswa FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan) khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan Seni pada jurusan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan juga bagi dosen serta calon dosen. Banyak
pengetahuan yang bisa diambil dari buku ini khusus bagi guru Bahasa dan sastra
Indonesia yang sudah mengajar di sekolah. Buku ini sangat bermanfaat untuk
dijadikan sebagai rujukan untuk mengajarkan sastra, karena dalam ilmu sastra
seperti puisi, prosa, dan drama pembahasannya sangat dekat dengan kehidupan
masyarakat sehari-hari. Karya sastra jenis prosa salah satunya novel, cerita di
dalam novel itu biasa diangkat dari realita yang ada di masyarakat hanya saja
telah dipadukan dengan imajinasi pengarang maka menjadi sebuah cerita. Namun
dapat digaris bawahi di sini tidak ada sebuah karya sastra tercipta jika tidak
pernah terjadi di lingkungan pengarangnya atau dalam diri pengarang itu
sendiri.
Buku
ini juga bermanfaat bagi khalayak umum, apabila jika pembacanya berbakat dalam
bidang seni dan sastra. Banyak hal yang dapat dipelajari dan ditimba ilmunya dari
buku yang dilaporkan ini. Seperti halnya bagi seseorang yang punya bakat
menjadi penulis puisi, cerpen, novel, dan bahkan yang hobi bermain peran atau
teater. Dalam buku ini sudah diungkapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
karya sastra.
Buku
yang dilaporkan ini bahasanya mudah dipahami serta isi yang dibahas sangat
bermanfaat bagi pembaca. Akan tetapi bagi pribadi penulis laporan bacaan
sendiri berharap sebelum menjelaskan uraian panjang lebar tentang materi dalam
setiap bab serta subbabnya akankah lebih baik terlebih dahulu dimulai dengan
penjelasalan tentang pengertian ataupun definisi diletakkan pada paragraf
pertama. Tujuannya agar sebelum pembaca memahami isi teks yang akan dibacanya paham
tentang pengertian atau definisi materi dari bab dan subbab itu. Terkadang bagi
pembaca yang kurang kritis dalam memahami teks susah memahami isi bacaan
tersebut.
REFERENSI
Adi,
Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer Teori
dan Metode Kajian. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Budianta,
Melani, dkk. 2003. Membaca Sastra:
Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi. Magelang: Indonesia Tera.
Muhardi
dan Hasanuddin. 1992.
Prosedur Analisis Fiksi. Padang: IKIP Padang Press.
Nurgiyantoro,
Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
No comments:
Post a Comment