Thursday, September 05, 2019

Kejinya Merelakan

Kabut pagi resah dalam pandangannya
Di ujung setapak hitam itu
Pada pelabuhan pagi, ia pun malabuhkan rindunya
Kemana ia akan pergi?

Samar-samar ia menapaki jejak yang biasa ia sibak kala pagi
Sunyi yang ia rasakan menyesak mengusung sepi
Membawa asanya berlari mengharung lara dalam masa
Paginya yang basah, senyumanya pun terlihat begitu resah!

Sampailah ia pada puncak resahnya
Ia pun mulai menatap semu, yang memang sudah menjadi tabir
Pada akhirnya ia pun tertegun lara, memaksa menikam semua yang berkecamuk dalam dadanya
Ia cuci dengan kesabaran yang tak berbatas!

                                    Pintu Rimba Lubuk Sikaping
                                    23:40, 15 Agustus 2019

       Ada yang memberatkan langkahku saat ini... Tak kuketahui sebabnya mengapa? Aku terkungkung ingatan akan dosa-dosa masa lalu. Akh... Benar janji Tuhan, azabnya sangatlah pedih. Tatapan mata pun kosong, senyum pun bohong. Kau yang pernah berjanji agar kelak menjadi kita seolah tak peduli. Mungkin kau telah bahagia di kota sana. Tapi, jika suatu saat nanti kau membaca tulisanku ini, aku masih saja menggenggam setia janji-janji yang pernah sama-sama kita bisikkan akan menjemputmu, membawamu mengarungi hidup di masa datang. Sangat indah kudengar kala itu kau mengangguk sipu tepat di depan mataku. Seeloknya rencana kita, Tuhan sepertinya punya rencana lain. Kau pun pergi, aku pun terpaksa memunuh rindu-rindu.
       Aku di sini berjuang keras mengubur mimpi-mimpi hidup bersamamu. Ya... Aku sangat sadar aku hanyalah manusia yang tak punya daya apa untuk melawan ego kita. Kau rasanya sangat asing bagiku sekarang! Sangaaaaat asing... Tuhan Maha membolak-balik hati umatnya, siapa saja yang ia kehendaki. Kau seolah-olah tak peduli, tak ada lagi kah yang bisa kau ingat baiknya untuk meneruskan cinta yang terbengkalai ini? Sekali lagi aku tak kuasa untuk memaksakan hatimu itu. Jika suatu saat nanti kau lelah serta ingat akan pulang pada cinta yang kita perjuangkan, pulanglah! Aku menunggumu... Aku masih mendekap erat janji-janji kita sepanjang ini serta berusaha dan berdoa... Agar dia tetap utuh jadi milik kita...
       Aku tak sempurna, aku pendosa yang hina...

Puisi Fenomenal dalam Dunia Sastra "Hujan Bulan Juni" Karya Sapardi Djoko Damono

Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Damono Identitas Buku Judul: Hujan Bulan Juni Penulis:  Sapardi Djoko Damono ...